KASIH KARUNIA-KU CUKUP BAGIMU

KASIH KARUNIA-KU CUKUP BAGIMU

Judul asli: My Grace is Sufficent for You

Ghulam Masih Naaman

All Rights Reserved


RUMAH TANGGA ISLAMKU

Keluarga Kami berjumlah delapan orang, terdiri dari Ayah dan Ibu, empat kakak saya dan satu adik saya dan saya sendiri. Saya dilahirkan di Jammu-Kashmir, tempat ibu saya berlibur dahulu, namun kampung halaman saya adalah di Zaffarawal - Sialkot. Nenek moyang kami berasal dari Monggolia, dan mereka men­jadi tuan tanah yang kaya raya. Ayah saya juga seorang tuan tanah yang kaya. Ia menanam gandum dekat Nala Dek sungai yang mengalir deras waktu musim hujan dan mengairi seluruh pinggiran dan tanah di sekitarnya. Panenan begitu melimpah sehingga kami tidak perlu membeli gandum lagi. Keluarga kami termasuk yang bernasib baik dan tidak pernah merasakan kekurangan. Bahkan kami mempunyai banyak pembantu/pekerja yang mengerjakan lahan pertanian kami. Belum pernah kami melibat ayah mengerjakan pekerjaan itu sendiri. Ketika kakak-kakak menjadi dewasa mereka mengambil alih tanggung jawab atas pertanian tersebut.

Setelah kelahiran kakak saya, Ibu masih melahirkan beberapa anak tetapi mereka meninggal ketika masih bayi. Kelahiran saya sendiri merupakan suatu perjuangan dan dapat dikatakan sebagai satu mujizat, dan sampai sekarang saya membawa tanda di tubuh saya yaitu 1kuping yang berlubang. Ibu sangal rindu untuk memperoleh seorang anak lagi. la seorang muslimat yang saleh tetapi tetap percaya kepada dewa-dewi yang merupakan warisan dari orangtuanya. la pergi ke gunung di Kashmir di mana ada sebuah kuil dari beberapa dewi. la berjanji kepada dewi itu, apabila ia memperoleh seorang anak, ia akan mempersembahkan anak itu kepada dewi itu dan membawanya ke kuil setiap tahun sebagai tanda ucapan syukur. Dan anak itu adalah saya sendiri, jadi telinga saya ditindik dengan sebuah anting emas sebagai tanda bahwa saya adalah milik dewi itu.

Dapatlah dibayangkan apa yang terjadi karena tanda ini selama saya sekolah. Teman-teman selalu mengejek saya dan hal ini pula yang membuat banyak tangan jahil yang berusaha menarik telinga saya apabila saya berkelahi. Tanda ajaib pada telinga saya dan lolosnya saya dari kematian semasa Ibu melahirkan saya, ternyata membawa kepedihan dan malu bagi saya. Tetapi kemudian dalam hidup selanjutnya, saya mulai mengerti bahwa ada tangan ilahi yang mengurapi saya yaitu tangan Allah yang hidup, dan bukan tangan dewi itu.

Paman sangat kasihan kepada saya sehingga ia mengam­bil anting-anting itu, namun hal ini membuat Ibu men­jadi sedih. Ibu sedih dan kecewa karena dia percaya bahwa bila anting itu diambil maka saya akan mati.

Ibu beranggapan bahwa anting itu semacam jimat yang menjadi pelindung dari dewi tersebut. Tanpa anting itu saya akan hidup dalam bahaya bahkan maut. Tetapi kemudian paman menyelamatkan saya dan berkata dengan yakin: "Kamu tidak akan mati". Ketika ibu meminta saya untuk pergi ke kuil, saya menolak dengan sopan. Waktu itu usia saya baru 9 tahun.

Hari-hari berlalu, ternyata saya tidak mati. Saya ter­bebas dari segala ketakutan yang masih menempel di benak saya. Mulai saat itu saya tidak pernah takut lagi, sampai masa tua saya bahkan dalam situasi yang ber­bahaya sekalipun saya tidak takut. Tetapi saya sangat sedih ketika adikku Ramazan tiba-tiba diserang pneu­monia dan mati beberapa hari kemudian.

Saya masih remaja ketika keempat kakakku menikah. Kami semua tinggal di dalam sebuah rumah yang besar, dengan delapan kamar tidur dan sebuah ruang tamu yang luas. Kakak-kakak saya bersama istri dan anak mereka mendapat kamar yang terpisah. Kami sering berbagi masalah. Ini merupakan suatu bentuk kehidupan sosial di India pada waktu itu. Hal seperti ini merupakan unsur yang penting dalam kehidupan keluarga, baik di desa maupun di kota demi pengamaman keluarga itu sendiri. Setiap anggota keluarga, entah dia kaya atau miskin, bekerja atau menganggur, mereka saling mendukung dalam kebutuhan yang umum termasuk harta kekayaan.

Rumah tangga kami adalah keluarga yang bahagia. Dengan seorang ibu yang ramah dan seorang ayah yang berpenghasilan banyak, dan menantu-menantu yang baik. Saya selalu menyapa ipar-ipar saya dengan sebutan "kakak", dan hal itu juga diajarkan ayah kepada saya karena saya tidak mempunyai kakak perempuan. Kami sungguh saling mengasihi.

Pada umumnya dalam sebuah keluarga dengan empat menantu pasti akan timbul banyak persoalan. Namun hal itu tidak terjadi dalam keluarga besar kami. Ibu adalah figur yang sangat baik, ia membuat kami saling mengasihi dan saling pengertian. Dari ibulah saya belajar melayani orang lain. "Untuk hidup bagi diri sen­diri itu sama dengan binatang" kata ibu saya. Kami hanya bisa membuktikan bahwa kami adalah manusia apabila kami hidup untuk orang lain. Saya menyaksikan bahwa ibu sungguh memegang prinsip ini dan hidup sesuai dengan prinsip tersebut. Sikap dan keteladanan Ibunda saya ini sungguh menjadi dasar hidup bagi saya. Walapun kegelapan hidup menggoncang dan mengancam hidup saya namun saya tidak pernah beranjak dari, dasar yang satu ini. .

Ayah saya seorang militer dan mendapat Tanda Jasa Kemenangan Dalam Perang Dunia Pertama. Pada waktu itu Nasionalisme India belum mencapai tingkat oposisi, dan masih bergabung dengan Angkatan Bersenjata yang ada di bawah pengawasan Inggris. India masih merupakan bagian dari Kerajaan lnggris, dan adalah merupakan suatu kehormatan apa bila ikut ber­tempur di luar negeri. Ayah saya sangat bangga dengan kenangan masa perang. Ia mempunyai banyak cerita yang dapat mengisi imajinasi kami, dan kami sangat senang mendengarkan cerita-cerita mengenai peperan­gan di Afrika. Ayah berhasil menanamkan dalam jiwa patriolisme/kepahlawanan dalam diri saya. Secara tidak langsung beliau mengajarkan bahwa manusia harus memperoleh jati diri dengan melakukan sesuatu yang luar biasa. Manusia harus dapat mengenal kemampuan­nya, dan tidak perlu mengiklankannya tetapi ia harus bertindak sedemikian rupa sehingga mereka dapat menilainya dcngan jujur. Prinsip seperti ini mempengaruhi hidup saya. Tidak takut dan keinginan untuk menonjol dalam hidup, membuat saya masuk ke dalam berbagai pengalaman hidup yang penuh bahaya.

Perhatian Ayah kepada sesamanya cukup tinggi. Kalau ada seseorang yang sangat tertekan, atau sangat miskin atau mereka yang diperlakukan secara tidak adil, maka ayah saya siap menolong mereka untuk mendapat kebebasan dan keadilan. Namun ayah saya sendiri tidak pernah menuntut seseorang ke pengadilan. Banyak serdadu yang telah pensiun selalu minta pertolongan kepada ayah saya untuk mencari jalan keluar bagi masalah mereka. Ayah sangat baik hati dan penuh belas kasihan, karena itulah beliau sangat dihargai oleh tetangga dan mendapat kedudukan dan penghargaan tertinggi dalam masyarakat luas.

Karena Ayah mempunyai sifat dermawan maka banyak tamu tinggal di rumah kami. Pada suatu saat beliau menyambut orang yang membunuh kakaknya sendiri. Kakak ayah saya ini tersangkut dalam masalah tanah dan kemudian sekelompok orang telah membunuhnya. Kelompok ini lari dan bersembunyi. Tanpa disengaja, mereka bersembunyi di sebuah gubuk yang dibangun oleh ayah di kebunnya. Ayah tidak tahu apa yang telah mereka perbuat dan mengundang mereka ke rumah untuk makan. Tidak berapa lama kemudian, teman-­teman almarhum kakak ayah saya mengejar orang­-orang tersebut dan hendak menangkap mereka di rumah kami. Ketika ayang mendengar apa yang telah terjadi atas diri kakaknya, beliau hanya tertunduk sedih. Yang sangat mengejutkan ialah beliau tidak marah kepada para pembunuh, bahkan tidak menaruh dendam kepada siapapun juga.

Ayah memperoleh watak seperti ini dari ajaran agamanya. Belian tidak banyak peduli terhadap agama luar, dan tidak mempercayai para Mullah (guru-guru agama Islam), beliau juga tidak suka memamerkan ibadah di depan umum, melainkan selalu menyendiri bila hendak berdoa. Ayah saya seorang ahli kebatinan.

Kaum sufi dalam Islam (manunggal dengan Allah) banyak mengambil contoh dari kekristenan yang ter­sebar di Mesir dan Arab Saudi. Gerak,an ini diakui dalam Islam oleh Al-Gazali yang meninggal tahun 111 Sesudah Masehi. Pada mulanya aliran ini mengutamakan penyembahan, kerendahan hati, bertapa yang dilandaskan disiplin dan penyangkalan diri. Ketaatan kepada Allah dilihat sebagai sesuatu yang keluar dari dalam hati. Kasih akan Allah dicari, tidak hanya memperhatikan hukum-hukum. Dalam mencari kesucian dan pengalaman pribadi dengan Allah, gerakan ini menekankan akan pentingnya berdoa dan meditasi. Menikmati kesukacitaan akan pengenalan dan kasih Allah. Karena kasih inilah mereka mampu mengasihi Allah dan sebaliknya, dan menjawab dengan taat kepada-Nya. Kemudian mereka mempergunakan obat bius dan musik untuk mencapai tingkat kebahagiaan.

Mistik ayah saya adalah suatu usaha yang sengaja untuk membudayakan suatu hubungan pribadi antara Allah, tetapi tidak pernah berkembang ke dalam suatu kerin­duan untuk suatu persekutuan mistik dengan Allah. Beliau tidak menggunakan obat bius, musik, tari-tarian atau jampi-jampi untuk mencapai keadaan mistik. Beliau tetap menjaga keseimbangan moral yang memimpin seluruh hidupnya.

Di rumah, beliau adalah seorang yang berwibawa, sangat prihatin terhadap jaminan sosial dan pen­didikan. Kakak dan saya disekolahkan di sebuah sekolah yang berjarak 2 mil dari rumah. Agar memudahkan bagi kami untuk rnencapai sekolah, maka ayah membangun sebuah rumah di Zaffarawal dekat sekolah, supaya kami selalu tepat waktu datang ke sekolah.

Saya masuk sekolah dasar pada usia lima tahun. Pada umur ini juga saya mulai pergi ke Mesjid dekat rumah. setiap anak Muslim dari usia 5 tahun diharuskan ke Masjid satu kali dalam seminggu untuk belajar mengaji dan mempelajari AI-Qur’an, Mesjid merupakan pusat kegiatan ibadah dan mendengar perintah-perintah, dan saya selalu hadir setiap Jum'at, yaitu hari ibadah bagi umat Islam. Sambil imam mengucapkan doa-doanya kami semua bersujud sebagai umat mengikuti contoh­nya. Biasanya ia memberikan khotbah pendek, di mana ia menguraikan beberapa aspek dari ajaran Muhamad. Tidak terlalu mudah untuk mengerti dia, tetapi pemim­pin agama kami membuat kami yakin supaya kami belajar sejak kecil, kesaksian dasar Islam sudah ter­tauam yaitu:

La ilaha illa Allah, Muhammad Rasul Allah.

Tiada illah selain Allah. Muhammad adalah RasulNya

Pengaruh kepala sekolah di SD sangat mempengaruhi saya. Ia seorang penyair, ahli pidato, penulis dan seorang musikus, dengan dorongannya saya mulai menulis syair-syair sendiri. Hal ini merupakan suatu sumber kesukacitaan dalam hidupku, sehingga tidak pernah buku notes jauh dari saya. Saya juga belajar harmonika, tetapi orangtua saya tidak mengijinkan saya untuk melakukan latihan-latihan di rumah. Oleh kepala sekolah saya diijinkan untuk berlatih di rumahnya. Tangan Allah sudah berada di atas saya sejak saya masih kecil. Dia telah menyiapkan saya untuk suatu kehidupan penuh dengan pelayanan. Dia prihatin den­gan seluruh kehidupan saya sampai dengan hal-hal yang kecil. Sesungguhnya Ia Allah yang luar biasa. Saya menghabiskan empat tahun di sekolah dasar ketika berumur 9 tahun, kakak-kakak pergi meninggalkan rumah; dua orang pergi kc Jammnu dan dua orang lagi ke Lahore. Kemudian tiba saatnya saya pergi ke sekolah menengah. Di sini saya tidak begitu banyak berkembang dan ber­minat dalam pekerjaan akademis, tetapi keluarga sudah menentukan saya harus sekolah di Jammnu - Kashmir; Sekolah Menengah Maha Raja Ranbeer Singh. Suatu kehormatan bagi saya untuk bersekolah di sebuah sekolah yang dibangun untuk anak-anak raja atau para penguasa. Para raja adalah para penguasa yang telah mcngalahkan raja lain dan mengangkat dirinya menjadi penguasa di berbagai daerah di India. Ada 22 raja di Kashmir waktu itu, saya satu-satunya anak Muslim di sini Anak.anak Muslim tidak boleh bersekolah di sini, hanya anak-anak Hindu saja yang boleh. Tetapi karena Ayah seorang militer dan sangat berpengaruh dalam khidupan sosial, dia membujuk kepala sekolah untuk menerima saya. Banyak orang sulit untuk menolak per­mintaan ayah.

Sekolah ini menawarkan semacam pra-latihan militer sebagai sesuatu yang pantas bagi anak-anak raja. Penunggang kuda sangat menarik dan saya suka sekali. Saya juga senang menembak. Senjata ayah "Greener Gun" sangat ringan dan saya dapat menahan tolakannya. Saya ingat banyak waktu yang saya pakai kalau ada kesempatan. Ini lebih menyenangkan dari pada memeras susu setiap pagi, suatu tugas ringan yang harus dikerjakan pelayanku, ini juga yang saya tolak. Berburu lebih menarik dari pada belajar, karena kerajinan dan kerja keras belum menjadi bagian dari watak saya. Di samping itu tujuan dan persiapan saya di sekolah belum jelas. Anak-anak raja disiapkan untuk menjabat profesi penting. Ada yang masuk menjadi perwira muda di angkatan bersenjata, ada yang menduduki jabatan di pelayanan umum. Tetapi kalau saya masih tidak jelas kemana pendidikan ini akan mengarahkan saya.

Karena Sekolah-sekolah ini khusus untuk orang Hindu. Kami tentu mempelajari praktek-praktek Hindu. Saya belajar bangun pagi untuk berdoa. Kami harus mcnghafal dengan baik, kata-demi kata, mantra-mantra dan ayat-ayat dari kitab suci Hindu yang menjadi dasar ajaran dan Iman Hindu. Agama Hindu tidak menarik bagi saya, tetapi apa yang saya pelajari memberikan pengertian yang sangat penting dari agama ini. Saya juga harus belajar bahasa Hindu yang sekarang saya dapat berbicara lancar dalam bahasa tersebut.

Ada kesenjangan yang dalam pada pendidikan di sekolah menengah. Saya tidak belajar apa-apa tentang Islam. Saya senang, tetapi kakak saya Khuda Bakhsh tidak senang. Karena ayah sudah wafat, dan dialah yang mengambil alih tanggung jawab untuk pendidikan saya. Dia menyuruh saya untuk keluar dari sekolah Hindu dan pindah ke sekolah Menengah Islam di Jammnu. Rasanya seperti di panti asuhan dari pada sebuah sekolah, tetapi kakak saya tidak menggubris, ia begitu rindu agar saya memperoleh pengetahuan tentang Islam. Ia tidak per­duli saya memperolehnya dari sana.

Saya kurang berminat jadi siswa, saya sering bolos dan pulang untuk makan siang kapan saja saya mau, dan kakak tidak ada di rumah. Kakak perempuan saya tidak menanggapi tingkah laku saya tetapi sekolah melaporkan saya pada kakak, sehingga hubungan kami menjadi tegang. Dia membayar uang pendidikan saya, tetapi saya kurang mempergunakan kesempatan ini di mana ia bekerja keras untuk membiayai saya.

Situasi ini bertambah buruk ketika saya berhubungan dengan seorang gadis. Ketika liburan, saya pergi ke sebuah desa dekat Srinagar, di mana ia memiliki sebidang tanah. Di situlah saya bertemu Salamab dan jatuh cinta padanya. Saya sudah terikat sejak saya ber­temu dia. Dia anak seorang pengurus tanah kami di mana kami kurang baik hubungannya. Kami menjadi teman akrab dan sering bertemu, saya tidak sadar babwa hubungan ini mendapat sambutan sampai saya harus pergi. Kami sedang bersama-sama dan dia tiba-tiba menangis. Dia tidak mau saya pergi, peristiwa itu menyentuh hati saya dan kasih kami makin bertumbuh kuat setiap saat. Tahun berikutnya ketika saya kembali, saya lihat ia bertumbuh dan semakin cantik. Tetapi saya dapat merasakan perubahan dalam dirinya. Dia men­ghindari pertemuan dan keintiman yang dulu kami biasa lakukan dan ia menjaga jarak. Dia meyakinkan saya bahwa cintanya kepada saya lebih besar dari semula dan dia merasa kehilangan saya. Saya bertambab bingung.

Apa yang salah? Saya bingung. Hubungan kami begitu murni. Kami menikmati hubungan yang sederhana ini, kasih sejati dapat dialami tanpa ekspresi seks. Sejak kecil saya belajar bahwa hubungan seks dapat merusak suatu hubungan yang intim. Seseorang harus menyim­pannya bagi kehidupan setelah pernikahan. Tetapi men­jadi jelas bagi saya bahwa pernikahan antara kami berdua masih jauh. Keluarganya sadar bahwa keluarga saya tidak akan menyetujui pernikahan ini. Keluarga Salamah tidak kaya dan keluarga kami tidak mengijinkan persatuan yang demikian. saya patah hati, tetapi apa boleh buat, hubungan antar keluargaku dan diriku men­jadi terganggu.

Dengan sedih hati saya kcmbali ke sekolah. Saya tidak dapat menyesuaikan diri dengan pelajaran yang harus saya lakukan. Saya memang tidak pernah tertarik akan pelajaran, dan sekarang tambah runyam lagi. Saya tidak senang baik di rumah maupun di pelajaran. Saya rasa keluarga telah merusak kesempatan saya untuk hidup bahagia. Tidak lama hubungan kami mencapai puncak nya.

Pada suatu saat, saya bolos dari satu pelajaran, kakak saya pulang cepat dan menemukan saya sedang berada dalam sebuah warung. Warung ini biasanya menjadi tempat gosip dan bermalas-malas, tetapi saya suka duduk di sini sambil mengawasi orang yang lalu..lalang. Tiba- tiba saya terkejut, kakak saya sudah berdiri di samping saya. Dia ingin mendapat jawaban mengapa saya berada di warung, sedangkan sebenarnya saya sudah harus bcrada di sekolah. Tentunya tidak ada jawaban yang dapat memuaskan dia dan dia menjadi marah, dia melihat ada seorang anak berumur 7 thn bekerja di warung itu dan kesempatan ini digunakan untuk menghina saya di depan umum. Kakak saya memanggil anak itu dan mulai memberikan beberapa pertanyaan. Mempekerjakan anak tidak dilarang, dan pendidikanpun tidak diwajibkan. Jadi sudah biasa melihat anak-anak bekerja. Tetapi kedudukannya jauh berbeda dengan kesempatan yang saya peroleh.

"Sony, kakak saya bertanya: "Jam berapa kamu bangun setiap pagi?"

"Saya bangun pukul tiga pagi pak, dan saya membersih­kan semua piring semalam, dan menyiapkan sarapan pagi dan kemudian saya membantu pemilik warung ini sepanjang hari".

"Jam berapa kamu tidur setiap malam?" Tidak pernah sebelum jam 11 pak".

Kakak saya berpaling kepada saya, matanya melotot dan dengan marah ia berkata: "Lihat anak ini, belum cukup tua untuk meninggalkan ibunya, dia cuma tidur empat jam sehari. Biarlah dia menjadi contoh dan pelajaran bagi kamu. Kamu tidak belajar atau bekerja. Jadilah seorang laki-Iaki! Hidup bisa menjadi keras bagi mereka yang membuang kesempatan". Dengan kata-kata itu ia pergi meninggalkan saya.

Saya bingung dan malu. Saya dihadapkan pada kemalasan saya dan saya malu. Keluarga saya mem­punyai reputasi yang bagus, tetapi saya telah menjadi duri dalam daging mereka. Ketergantungan saya menurunkan saya, jadi saya mengambil kata-kata kakak saya sebagai tantangan pribadi, dan memutuskan mulai saat ini saya akan berdiri di atas kaki sendiri. Saya tidak akan hidup tergantung dari kemurahan orang lain. Resolusi ini bagaimanapun tidak membawa perubahan dalam pekerjaan saya di sekolah. Sebaliknya semua jadi memuakkan. Ujian semester X akan diadakan bulan Maret, tetapi sebelumnya saya sudah kabur dari sekolah.

SIAPAKAH YESUS ITU

Perang Dunia ke II pecah ketika saya berumur 16 tahun. India masuk dalam satu dilema. Bagaimana mungkin India ikut berperang dengan kekuatan imperialisme yang menguasai seluruh anak benua ini ? Nazisme adalah suatu kejahatan dan harus dimusna­hkan, tetapi bagi kebanyakan orang India, hal ini mewakili suatu bentuk rasisme dan imperialisme yang sama yang menguasai India. Kongres Nasional India dengan lantang mengumumkan bahwa hanya India yang bersatu yang dapat melawan Jerman. Rakyat harus diajak bermusyawarah, begitu seruannya. Pemimpin-pemimpin politik bagaimanapun terbagi. Sebagian membenci Hitler tetapi sebagian ada pada pihak, bahwa Inggris harus dibantu. Tetapi sebuah negara tidak bisa menentukan sendiri keinginannya dan ketika perang pecah, India berperang dengan memihak kepada Inggris.

Seperti semua orang India, saya juga ingin merdeka dari kekuasaan Inggris, tetapi saya terlalu muda untuk mengerti apa yang terjadi dalam politik dan ideologi. Saya harus segera menemukan sesuatu. Saya sendirian dan tidak bisa mengharapkan keluarga saya, atau saya memerlukan mereka dalam hal ini. Tidak, saya sudah mengambil keputusan untuk berdiri sendiri jadi saya masuk Angkatan Udara. Ketika.melamar masuk Angkatan Udara, pekejaan saya tidak mengalami kesulitan. Saya menjawab beberapa pertanyaan dan kemudian masuk ter­daftar sebagai montir udara yang berhubungan dengan pemeliharaan dan perbaikan kapal terbang. Latihan per­tama saya dilakukan di Lahore di mana saya dilatih kemudian di bawah pelatih-pelatih Amerika dan tugas saya adalah di bandara Kalkutta. Setelah itu saya dikirim ke Birma dan Ronggon. Saya bertugas dalam pekerjaan angkatan udara yang rutin dan siap siaga 24 jam. Ke­mudian saya dikirim ke akademi angkatan udara di Kalkutta. Di sini saya memperoleh master dalam intelijen militer. 'Seorang pelatih pernah berkata-kata, dan tidak pernah saya melupakan: "Menangkan selalu kepercayaan anak buahmu": lni merupakan pripsip saya dalam hubungan saya dengan bawahan saya. Saya selalu berusaha membangun suatu hubungan yang baik dengan mereka. Kalau ada di antara mereka mengalami kesulitan, saya akan berusaha menolong mereka semampu saya. Bagi saya nilai seorang manusia tidak bergantung kepada warna kulit, ras dan kepercayaan. Hidup itu berharga bagi setiap pribadi. Tetapi sayang tidak semua mempunyai pandangan ini.

Saya tidak pernah menolak perintah atasan saya atau saya tidak bisa menerima bawahan menolak perintah saya. Ketika perang, menolak perintah berarti bisa dihukum mati, tetapi saya tidak pernah menggunakan hukuman ini. Kalau seorang bawahan muda tidak mentaati perintah saya, maka saya akan mencari jalan agar hukuman itu dibatalkan, Pengabdian penuh kepada pekerjaan. integritas dan dapat dipercaya menjadi kualitas yang dapat memam­puksn saya mencapai sukses dalam setiap kedudukan. Saya tidak dapat menerima ketidakjujuran dalam diri saya sendiri atau dalam diri orang lain. Saya tidak pernah menekan bawahan tanpa alasan yang tepat dan akan menjadi pendengar yang setia kepada keluhan­-keluhan mereka.

Memikirkan mereka, saya bahkan siap merubah pekerjaan atau tugas mereka. Itu sebabnya mereka siap mengorbankan diri mereka sampai darah penghabisan bagi saya. Atas nasihat dan rekomendasi atasan saya. saya bergabung dengan korps intelijen. saya bukan orang Inggris. tetapi saya tidak bisa mengabaikan bahwa hubungan di antara perwira di Angkatan Udara kurang menyenangkan. Beberapa perwira Inggris ber­sikap merendahkan perwira-perwira India. Mereka menganggap kami sebagai perwira bermutu rendah dan menyebut kami: "bloody Indians" dan tutur kata mereka pada umumnya kasar dan tidak sopan. Ten­tunya kami tidak selalu dapat membedakan antara apa yang baik dan apa yang buruk dari pembicaraan mereka. Pada suatu hari saya dipanggiI oleh koman­dan dan harus menjawab pertanyaan atas istilah-istiIah apa yang jelek yang pernah saya dengar. Komandan ini seorang Kristen dan mendengar saya dengan sabar. Kemudian ia berkata: "Hai anakku. dimanakah kamu belajar bahasa Inggris yang baik itu ?" Dari rekan-rekan perwira. jawab saya. Lain kali jangan memakai kata-kata itu lagi yah katanya. Saya jadi malu sekali.

Tetapi ada problema yang lebih besar lagi yang meresahkan saya. Saya merasa terganggu oleh perlakuan yang diberikan kepada orang- orang Inggris. Hidup mereka sangat dihargai sedangkan kami orang India direndahkan dan dapat dikeluarkan dengan mudah. Hal ini membentuk suatu jurang perbedaan antara perwira Inggris dan perwira India. walaupun mereka berpangkat sama. Diskriminasi warna kulit tersebar luas. Orang Inggris tidak mau dan tidak ada usaha untuk menyesuaikan diri dengan orang-orang India. Banyak dari mereka percaya bahwa pergi ke Simla. sebuah tempat peristirahatan di pegunungan Hima­laya. tidak hanya untuk menghindari dari hawa panas. tetapi juga uttuk menjauh dari penduduk asli. Sikap ini pernah terjadi dalam suatu tragedi ketika teman dekat saya komandan Skuadron Surinder Singh mengalami kecelakaan. Komandan wilayah sudah di­laporkan tentang kerusakan beberapa pembom. Pada suatu hari ia memerintahkan Surinder Singh untuk mengadakan uji terbang pesawat pembom. Surinder siap untuk pergi tetapi agak kuatir. Ia terbang dan menuju arab yang sudah ditentukan. Setelah terbang 15 menit, kami kehitangan kontak radio. 15 Menit kemudian kami melihat kapal terbang itu datang dari arah teluk Benggali. Itu Surinder Singh. Angkatan darat belum diberitahu untuk memberi perlindungan kepada dia sehingga Jepang sempat menembak Surinder Singh dan sebagian dari mukanya dan satu matanya kena (Iuka). Peristiwa kedua adalah situasi kelaparan di Benggali. lni menggambarkan kejahatan manusia yang paling parah. Sejak 1943 - 1944 Benggali Timur dan Selatan dari India mengalami banyak kelaparan. Walaupun penyakit mengikuti bahaya kelaparan, terutama kolera dan malaria. Musibab ini segera menyebar ke propinsi lainnya. Perhitungan kematian tidak resmi adalah 3.400.000 jiwa sedangkan perhi­tungan resmi cuma 1.500.000 mati di Benggali.

Berapapun jumlahnya, siapapun tidak ragu-ragu ba­hwa banyak nyawa telah hilang setiap hari. Hasil yang mengerikan dari bahaya kelaparan ini sebenarnya da­pat diatasi, tetapi para penguasa mengatasinya dengan cara diskriminasi dan cepat puas. Seseorang menjadi takut melihat laporan dari wilayah-wilayah yang terkena bencana kelaparan. Beberapa penguasa men­yalahkan bahwa laporan-Iaporan itu terlalu dibesar­-besarkan. Tetapi ada waktunya dimana laporan-Iaporan ini tidak bisa disangkal lagi dan perdebatan untuk menyalahkan mencari kambing hitamnya hanya mengalihkan perhatian kepada pembenaran diri. Ribuan manusia mati setiap hari, tetapi persediaan makanan membusuk di gudang pemerintahan. Malaria adalah penyakit yang membunuh pada waktu itu, tetapi persediaan obat malaria tetap tidak digunakan di gudang-gudang obat. Kemuakan akan lingkungan membuat saya mengambil teh, gula, beras dan makanan lainnya dari depot logistik dan membagikan-bagikannya dengan cuma-cuma kepada mereka yang membutuhkan. Saya juga membagi obat malaria. Keadaan pada waktu itu menjadi sangat parah sehingga orang-orang kayapun tidak dapat membeli makanan bagi diri mereka. Orang dipaksa untuk menukar gadis mereka untuk mendapat makanan. Tetapi ada juga orang yang menyalahgunakan kesempatan itu untuk memeras se­sama dengan menjual obat malaria sebesar satu rupee satu tablet. Ada juga orang-orang yang tidak peduli dengan tragedi ini. Sementara kelaparan dan wabah penyakit mengambil korbannya, orang-orang lnggris dan orang-orang India yang kaya di Kalkutta tetap bersukacita. Mereka dengan kesukaan akan kesenan­gan, tetap saja bersikap seperti tidak pernah ada se­suatu yang terjadi.

Pikiran saya kaeau karena kejadian-kejadian ini, tetapi saya hanya bisa bereaksi dengan emosi yang tinggi atas apa yang terjadi di sekeliling saya. Masa muda cepat berlalu dan saya cepat menjadi dewasa karena situasi. Pada suatu hari saya dan Puran, seorang rekan perwira. memungut dua bocah di jalan dan membawa ke kamp. Kami menyembunyikan mereka selama 6 bulan. Sampai komandan kami mengetahui. kami mendapat teguran yang keras, Saya dan rekan-rekan sudah siap membayar harga yang harus dikeluarkan untuk memelihara boeah-bocah ini, tetapi akhirnya mereka dikirirn ke kamp pengungsi di sebelah barat Benggali. Kami mengharapkan mereka dapat bertemu dengan tetangga yang baik yang dapat menolong mereka karena kami tidak dapat menolong mereka lagi. Betapa beratnya emosi saya. Mengapa kehidupan di sini dihargai demikian rendah. Bagaimana kehidupan manusia dinilai ??'? Apakah tidak ada seorangpun yang perduli '? Jika ada Tuhan (Allah) dimanakah Dia dalam situasi ini ? Ini pertanyaan yang timbul dalam hatiku. Tetapi segera saya melihat secercah cahaya dalam kegelapan. Memang benar sikap perwira-per­wira Inggris terhadap perwira-perwira India itu angkuh. karena merasa lebih bahkan kadang-kadang kasar; tetapi ada juga yang hidup baik dan menjadi teladan dari kebaikan dan kasih. Mereka adalah orang­-orang Kristen yang berusaha meniru Guru' mereka. Yesus Kristus dan mereka menyatakan terang dan kasih Allah. Teladan mereka menjadi benih dalam diriku yang kemudian bertumbuh dan berkembang kepada pertobatan yang penuh.

Salah satu dari mereka adalah Kapten Baxter. Dia seorang perwira muda yang dipindahkan ke bagian kami. Seperti semua perwira Inggris dia agak tertutup (menahan diri) tetapi diapun berpikiran luas. Dari perlakuan terhadap bawahannya. kami tahu orang ma­cam apa dia. Dia tidak memperlakukan dan merendahkan perwira-perwira India. Dia memperhatikan jaminan sosial kami. Pada suatu hari ada beberapa staf India memohon agar masakan dan tempat makanan dipisah. karena masakan muslim memerlukan persia­pan khusus dan tempat masak yang khusus untuk memasaknya dengan baik. Kami membutuhkan se­buah chulhas (anglo dari tanah) di ruangan yang baru. Dia setuju. tetapi kami sulit untuk memperolehnya melihat kondisi kehidupan yang kami jalani. Bayangkan bagaimana terherannya dan terhiburnya saya ketika pada suatu saat pulang kerja melihat Baxter memegang sebuah buku pedoman dan berusaha mem­buat sebuah tungku. Penghargaan saya terhadapnya tumbuh. Saya mengawasi dan saya mulai sadar dan merasakan kasih bagi orang lain ada dalam dirinya (hatinya). Di sana dia mencoba membangun tungku dengan tangannya sendiri. Dia menghargai usul kami dan memutuskan untuk ikut melihat bagaimana per­mintaan itu terpenuhi. Tindakan yang wajar dan sederhana tetapi telah memberikan kesan yang men­dalam Adalah suatu tanda saling mcnerima dan persa­habatan kalau orang mau makan bersama. Orang asing tahu bahwa mereka disambut dan diterima kalau mereka hadir diundang dalam makan bersama dengan tuan rumah. Baxter sarapan pagi bersama kami setiap hari, sesuatu yang tidak pernah dilakukau perwira Inggris lainnya. Hal ini merupakan suatu hal yang sepele, tetapi dalam dominasi Inggris di mana kita hidup hal ini adalah sesuatu yang menyentuh diriku. lni adalah tindakan persahabatan yang sejati dan kami semua menyambutnya dengan bangat.

Baxter bukanlah orang yang menegur bawahannya untuk hal-hal sepele walaupun koreksi dibutuhkan. Contohnya, pada suatu hari beberapa bawahan sara­pan dengan belum bercukur. Baxter tidak marah tetapi ia mengeluarkan pisau silet dari kantongnya dan mem­berikan kepada mereka supaya dapat bercukur.

Yang paling berkesan tentang Baxter adalah. tin­dakannya dalam peperangan. Kalau ada serangan Jepang dan dia ada, dari pada lari ke lubang perlindungan dia akan berseru kepada orang-orangnya: Ayo kita pergi ke gereja. gereja adalah sebuah tenda yang dipakai untuk tempat kebaktian. Kami biasanya mentaatinya. ketika di gereja. dia sendiri yang berdoa. Apa yang harus kami lakukan adalah mengucapkan: .. Amin" kalau dia selesai berdoa. - Ini bisa terjadi sampai tiga kali sehari. Pada suatu hari ada lagi serangan udara. Langit penuh dengan kapal terbang musuh dan kami kabur ke lubang perlindungan. Ke­matian tidak dapat dihindari. Baxter berteriak: "kawan-kawan tidak ada gunanya kamu lari ke lubang perlindungan. kamu tidak akan aman di sana. Mari kita ke gereja". Kami tertawa terhadap perintah yang bo­doh ini. Pergi ke gereja kalau ada serangan udara yang kecil tidak jadi masalah tetapi kali ini merupakan sesuatu yang tidak masuk akal. Tetapi Baxter memiliki wibawa dan keyakinan dalam suaranya. Dia berkata: "Saya akan berdoa kepada Tuhan Yesus. Kamu tidak perlu percaya kepada Yesus atau melakukan sesuatu; hanya katakanlah "amin" kalau saya sudah selesai berdoa". Walaupun kami skeptik. kami mentaatinya dan masuk ke tenda bersama-sama. Kami duduk dan terkagum akan sikapnya dalam situasi krisis seperti ini. Baxter mulai berdoa dan dia menangis. Doa-doanya tetap terngiang dalam telingaku:

"TUHAN YESUS NYATAKANLAH KEKUATANMU DAN KEKUASAANMU HARI INI KEPADA MEREKA BAHWA ENGKAU ADALAH NYATA. KARENA DEMI ORANG YANG MEREKA KASIHI DAN ORANG TUA MEREKA. LINDUNGILAH MEREKA DARI SERANGAN UDARA INI, BIARLAH MEREKA TAHU BAHWA ENGKAU HlDUP DAN BAHWA ENGKAU TIDAK SAJA MENYELAMATKAN TUBUH SESEORANG TETAPI JUGA JlWANYA DARI KEHANCURAN, "AMIN".

Sementara Baxter berdoa sebuah perubahan aneh terjadi dalam gereja. Semua jadi terdiam, ketenangan aneh. Kami tidak mendengar apapun di luar. Kami hanya ada dalam sebuah tenda tetapi seolah-olah ada selimut peredam pembungkus tenda. Ketika kami keluar dari tenda, pemandangannya sangat mengeri­kan. Potongan-potongan tubuh manusia berserakan berkeping-keping di mana-mana. Kesatuan yang ber­markas di seberang kami dijatuhi bom dan hancur. Tangisan yang menyayat bati dari orang-orang muda terdengar ke telinga kami, airnya masih mendidih. Lumpur banjir di tepinya dan asap ada dimana-mana. Di tengah-tengah kehancuran ini kami telah selamat. Bingung dan kaget, kami tidak bisa lain kecuali meny­impulkan bahwa Tuhannya Baxter, Yesus Kristus itu hidup dan telah mendengar doa dan menyelamatkan umat-Nya.

Siapakah Tuhan Yesus ini ? Sepanjang saya tahu dari Al-Quran, Dia cuma seorang nabi seperti nabi-nabi lain. Tetapi, manusia tidak dapat berdoa kepada nabi-nabi yang sudah mati memohon pembebasan/pelepasan. Saya belum pernah mendengar doa seperti yang dilakukan Baxter. Doa yang sangat sederhana tetapi langsung kepada Tuban. Ketika saya masih seorang bocah di kampung, saya biasa pergi dengan teman-teman ke sebuah rumah misi Amerika.

Yang menggembirakan, kami pergi ke rumah misi itu setelah kebaktian adalah untuk bernyanyi bersama istrinya dan bermain di sana. Tetapi jika kebaktian, saya tidak mengerti apa yang dikatakan pendeta itu dalam doanya. Dia banyak berdoa keras. Tetapi Bax­ler lain, kayaknya seperti bicara kepada seorang sa­habat yang berdiri di sampingnya; Kelihatannya begitu mudah. Apakah itu memang mungkin ???

PEPERANGAN DARI DALAM DAN DARI LUAR

Tak lama setelah pemboman Jepang berakhir, saya kembali bekerja sebagai mekanik terbang. Tetapi pekerjaan saya terhenti oleh karena satu kecelakaan yang hampir mengambil nyawa saya. Kami sedang memperbaiki sebuah pesawat terbang dan mengujinya setelah selesai diperbaiki. Pada suatu hari saya menerima perintah komandan untuk menguji sebuah pesawat terbang. Karena perbaikan pesawat itu kurang memuaskan; system komunikasinya kurang lancar, yang pada saat itu seorang teman yang mengalami peristiwa naas mengingatkan saya. Tetapi saya harus taat, jadi saya bersama seorang teman masuk dalam pesawat. Kami diberikan waktu 30 menit untuk menguji dan kembali. Ketika baru berada 30 mil dari bengkel, saya terkena tembakan dari bawah. Temanku Pusan mengambil alih kontrol atas pesawat. Kami bisa mendarat dengan selamat dan waktu saya tiba, saya diberi pertolongan pertama. Saya hampir tidak sadar apa sebenarnya yang terjadi, tetapi saya sadar ada suatu kesulitan dengan masuknya saya ke rumah sakit. Persis dua hari sebelumnya ada bom yang jatuh di rumah sakit untuk perwira-perwira Inggris. Tidur setengah sadar di atas usungan, terdengar suatu percakapan antara seorang dokter dan juru rawat. Waktu mereka bertanya apa yang harus diperbuat untuk saya, dokter ini mengusulkan bahwa saya tidak boleh dimasukkan dalam ruangan sakit untuk umum, karena saya seorang pegawai RAF (Royal Air Force) juru rawat itu bingung, karena mereka tahu tingkat luka-luka saya. salah satu dari mereka bertanya kepada dokter itu: "Apakah yang lebih penting, pangkatnya atau kehidupannya?",. Tetapi mereka tidak mendapat ijin untuk memasukkan saya dalam ruangan umum. Mereka membawa saya ke ruangan perawat. Saya tidak bisa melihat di mana saya berada, karena kedua mata saya dibalut dengan ferban. saya tahu tentang tingkat luka saya dari pembicaraan-pem­bicaraan yang terdengar. 20 hari lamanya saya berada di ruangan itu, tetapi saya tidak kekurangan apa-apa, karena dua perawat itu inenjaga saya. Dengan tekun mereka menyuapi ketika makan, dan menyiapkan segala yang dibutuhkan. Saya tidak ingat lagi pengobatan apa yang telah saya terima. Yang saya tahu ialah, sejak kecelakaan itu mata kanan saya tidak bisa melihat terang lagi.

Pagi hari sekali ketika sayaakan meninggalkan rumah sakit, kedua juru rawat masuk ke ruangan saya dan memperkenalkan dirinya. Yang satu bernama Amber dan yang lain bernama Merry, dua juru rawat India. Saya ingin tahu mcngapa mereka begitu mengasihi saya, ketika yang lain justru terlihat masa bodoh. Saya tergerak oleh karena jawaban mereka: "Alasan mengapa kami melayani Anda, bukan karena anda ganteng (mereka bisa memikirkan sedemikian, dalam kondisi dan kedua mata saya dibalut dengan ferban) atau kami meminta hadiah, tetapi karena kami adalah orang.orang Kristen. Tuhan Yesus Guru kami menderita untuk keselamatan manusia, dan tugas kami adalah untuk melayani sesama manusia".

Saya terharu oleh kesaksian sederhana iui. Saya mcn­cucurkan air mata sampai seolah-olah saya akan tenggelam dalam air mata sendiri. Bahwa kedua juru rawat memperhatikan dan menghibur saya demi nama Tuhannya, merendahkan hati saya. Mereka menghibur saya dan berkata: "Jangan menangis; karena luka-luka Anda masih terbuka". Saya menundukkan kepala dan mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan saya ingin mencium kaki mereka, sekali lagi dikonfron­tasikan dengan Tuhan Yesusnya melalui kedua murid-Nya; sepertinya Ia mengejar saya dan saya tidak melarikan diri. Di tengah-tengah pembantaian dan kurangnya perhatian terhadap kehidupan manusia yang saya saksikan setiap hari, tetapi di sini anak anak Tuhan, memperhatikan dan melayani sesama manusia. Mereka memiliki norma/nilai kehidupan serupa dengan yang Ibu saya ajarkan kepada saya. Saya merasakan kehadiran Allah dan orang- orang-Nya dan saya heran apakah Dia menjadikan kejadian itu sebagai suatu isyarat bagi saya.

Tetapi tidak ada waktu untuk merefleksikannya lama-lama. Saya keluar dari rumah sakit dan harus kembali ke markas. Ketika tiba, saya diberitahukan bahwa saya akan diberi pekerjaan ringan. Tugas saya adalah men­cegah pegawai-pegawai Angkatan Udara untuk memasuki daerah-daerah lampu merah, daerah-daerah pelacuran. Dalam posisi ini saya berkenalan dengan orang-orang yang hidup di daerah-daerah itu. Ini merupakan satu tempat yang tidak menyenangkan untuk menjadi saksi cinta yang sejati, tetapi di sini tem­pat saya berdiri. Ada seorang AU di bengkel kami yang bernama Philips, yang lahir di propinsi Bihar. Kehadirannya membuat kami tertawa dengan lelucon­-lelucon dan kegeinbiraan.

Sebenamya ia sering bolos. Tetapi karena kami nikmati begitu banyak kesenangan dengan kehadiran Philip, maka tak satupun mau meninggalkan kehadirannya. Tetapi hanya karena sifatnya yang menyenangkan, mendorong saya mendekatinya. Oleh karena pengobanan untuk menyatakan kasih sayangnya kepada Juru selamatnya.

Pada suatu pagi, saya harus memberitahukan Philip bahwa ia akan dipindahkan ke bengkel yang lain, ia marah dan tidak mau pergi. Ketika ditanya kenapa tidak mau pergi, ia berkata bahwa ada seorang gadis yang bernama Kumla, seorang wanita pelacur dari keluarga yang buruk dan ia telah jatuh cinta kepadanya. Saya mcncoba memberi alasan bahwa menikah dengan wanita semacam ilu adalah melawan norma sosial, tetapi ia tctap pada pcndiriannya. Kcputusan adalah ber­dasarkan suatu kepercayaan yang dalam. Ia berkata; "Agama saya beralaskan pada pengorbanan Tuhan Yesus menyayangi seorang penjahat seperti saya dan mengorbankan hidup-Nya sebagai tebusan untuk menyelamatkan jiwa saya. Apabila la bisa menerima orang seperti saya, maka saya juga harus bisa menerima orang yang berdosa dan dihinakan dunia".

Perkataan-perkataannya mengherankan saya. Philip telah memberikan suatu kesan dari seorang yang periang dan yang tidak memikirkan sesuatu. Sekarang menampakkannya berbeda sekali. Idealismenya seperti suatu titik terang dalam kegelapan. la bcrbeda dengan apa yang biasa kita lihat dari padanya.

Tidak satupun kata-kata saya dapat mempengaruhinya. Pemikirannya sudah tidak bisa dirobah lagi, hampir sama dengan gurunya. Tetapi Captain Baxter mengerti, dan dengan pertolongannya saya bisa menjelaskan kepada komandan akan hal ini dan surat pindah ditarik kembali. Kumla diundang ke markas sampai per­nikahan disahkan oleh pendeta Setempat. Philip dan Kumla tinggal di desa Philip. Ini mcrupakan suatu langkah berani, karena di desa sendiri orang-orang mengenal mereka dan sudah pasti akan mendapat banyak kecaman dan celaan.

Hari-hari kemudian saya mengenang kembali pengalaman-pengalaman masa lalu, tentang ketenangan hidup kekristenan dari Baxter, kebaikan Amber dan Marry, keteladanan dari Philip. Semua kenangan ini seolah-olah berpular dalam pikiran saya. Saya tidak berdaya kecuali merefleksikannya. Dari manakah datang kemurahan dan kekuatan pada manusia untuk menentang norma sosial dan anggapan buruk untuk mcnikah dengan seorang perempuan seperti Kumla ? Orang-orang ini percaya bahwa mereka berhutang dalam kehidupan mereka atas pengorbanan yang dilakukan Tuhan Yesus bagi mereka, dan mereka menyerahkan hidup sepenuhnya untuk diatur dan diarahkan oleh Dia.

Mereka tidak hanya mengikuti suatu perangkat doktrin. Pikiran-pikiran ini membawa saya ke dalam dunia yang lain, yakni suatu dunia di mana saya dapat mem­bayangkan bahwa semua orang hidup saling mengasihi dan saling memperhatikan. Ini suatu visi yang hebat namun tidak ada waktu untuk memikirkan yang demikian. Mungkin pemikiran seperti ini sebaiknya ada di dalam dunia yang segala sesuatunya tidak mem­punyai arti lagi. Saya dapat menangkap sesuatu dari dunia yang lain di mana kehidupan manusia masih ber­harga.

Saya sangat bergumul, karena kenyataan hidup ini tidak sebanding dengan apa yang saya pikirkan. Kekacauan di dalam negara saya dan situasi politik yang tidak menen­tu. Anak benua India berada dalam pergolakan besar dan menuju keruntuhan.

Perang dunia ke II berakhir pada tahun 1945. Per­damaian tiba untuk Eropa, tetapi untuk India adalah suatu periode yang sangat berdarah dalam keberadaan­nya. Bukan penguasa-penguasa luar yang bertanggung jawab, tetapi keagamaan. Agama telah menjadi batu antukan di mana banyak orang tersandung. Hindu dan Mulim tidak dapat lagi hidup secara damai. Konsep untuk orang-orang India ialah: "India bersatu menjadi satu dan hidup dalam damai", telah hancur berantakan. Sekarang kami terperangkap dalam saling membenci. Ketakutan bertambah dan kebencian semakin meningkat suhunya dengan luar biasa. Skala pem­bunuhan, kerusuhan dan pembakaran yang terjadi di sana-sini sangat membingungkan setiap orang.

Islam bukan agama yang baru. Islam tiba di India pada tahun 712 Sesudah Masehi. Kadang-kadang ada per­tikaian, hal ini dibiarkan, karena mereka hidup ber­dampingan dengan Hinduisme yang sudah tertanam di dalam negara ini. Tetapi kemudian Islam mengambil alih kekuatan politik di bagian utara India, sebagai keturunan dari Jengis Khan yang mengalahkan Debli pada tabun 1526, dan mendirikan dinasti Mugbal. Dinasti ini tidak berusaha untuk merubah penduduk menjadi Islam, karena golongan Hindu Brahma yang kuat tidak akan memberi kesempatan, walapun mereka telah mencobanya. Sedangkan beberapa orang Islam dari golongan tinggi Munghal adalah orang-orang yang bertobat dari kasta Hindu yang terendah. Akhirnya Hindu dan Muslim tidak dapat dibedakan lagi. Kedua-­duanya terdapat di dalam golongan yang miskin dan mereka yang dieksploitir.

Mengapa manusia yang tadinya hidup berdampingan dengan damai, kini bangkit dan saling membenci satu sama lain? Jawabannya terdapat di daIam pelaksanaan politik. Orang-orang Muslin takut bahwa dominasi Hindu di India yang merdeka akan menempatkan mereka pada posisi yang lemah. Golongan Muslim tidak percaya bahwa golongan Hindu akan bertindak secara adil terhadap mereka. Golongan Muslim mulai sadar sebagai masyarakat dengan identitas sendiri. Perkum­pulan Muslim yang didirikan pada tahun 1906 sengaja berusaha untuk melindungi hak-hak Muslim, dan mereka mendapatkannya secara politik dari Inggris, dan berhasil merubah hak mereka menjadi lebih baik. Di tengah ide-ide politik yang menarik pemikiran­-pemikiran Hindu dan Muslim, tercetus suatu seruan yang keras dan jelas: "Muslim harus mcmpunyai negara sendiri, Pakistan. Jadi propaganda nasionalis menyala-­nyala dengan imajinasi Muslim. Ditambah dengan semangat keagamaan, maka berkorbanlah segala kegiatan politik. Sebelum itu, usaha kultural di mana Hindu dan Muslim menjalani hidup bersama, cuknp aman. Tetapi sekarang kepercayaan mereka dicampur dengan nasionalisme telah menjadi batu sandungan, dan mereka tidak dapat dirujukkan kembali dan terpecah. Untuk mengembalikan keamanan di dalam negeri, ten­tara Inggris diminta untuk menolong polisi nasional. Bagian saya di dalam ccrita ini hanya pendek Baxter tidak lagi bersama kami. Tidak dipindahkan ke stasion yang lain. Pada suatu hari, setelah makan malam, saya ditangkap. Dan pada hari selanjutnya, saya dibawa ke sebuah pulau Indo-cina yang bernama pulau Bala­ Nakamatti dekat Singapura. Saya tidak tahu tuduhan mereka terhadap saya, tctapi tidak lama kemudian saya mempelajari bahwa ada hubungan dengan angkatan bersenjata nasional India. Seminggu kemudian, surat­-surat saya tiba dan inilah tuduhan mereka:

  1. Saya tertangkap sedang menjual ransum kcpada seorang Benggali, dan sebelum penjaga kesatuan dapat meniup peluitnya, saya tembak dan melukainya dengan pistol.

  2. Saya dan kopral Izhaq mcnghantamkan dan menggantungkan karangan bunga pada Mr. Mahathma Gandhi, sedangan kami perpakaian uniform pemerintah.

  3. Saya dan sersan Aslam hadir dalam musyawarah politik oleh Mr. Muhamad Ali Jinnah, dan mengisi kata­-kata kami dengan rangsangan untuk revolusi.

Perwira kantor di kompi itu membaca semua surat -surat dan mengembalikannya. Tuduhan ini tidak bisa dibuk­tikan, malahan saya bukan dikirim kembali ke Chit­tagong, melainkan dikirim ke group lain dekat Barrackpur. Segala tuduhan melawan angkatan ber­senjata nasional India dibatalkan pada bulan April 1946. resolusi permohonan untuk membebaskan semua tahanan tidak lancar. Saya dibebaskan pada bulan Maret 1947.

Saya berada di persimpangan jalan kehidupan. Saya tidak tahu harus berbuat apa untuk kchidupan saya. Kelihatannya sudah tidak berarti lagi untuk tetap di angkatan udara, dan say a sangat kecwa dengan kehidupan di sana. Peperangan dan perkelahian mem­buat saya sakit dan dengan keelakaan itu, saya hanya dapat mengerjakan pekerjaan yang ringan. Segala latihan di angkatan udara dan intel tak berguna lagi bagi saya. Ketika saya berlatih untuk membunuh di angkatan udara, saya mulai mcngikuti langkah ayah saya. Saya mengharapkan melihat negara yang indah dan mungkin menerima tanda jasa. Saya gembira men­dapat satu tugas ke Birma dan Singapura, tetapi tanda jasa yang saya harapkan tidak saya terima. Kehidupan di angkatan Udara dengan segala diskriminasi dan segala prasangka tidak tertahankan lagi bagi saya. Saya harus keluar. Sekali lagi, keluarga saya mulai menekan kehidupan saya. Saya tetap menghubungi mereka selama saya bekerja di Angkatan Udara, dan jika ada seorang keluarga sakit, saya selalu pulang, tctapi sekarang mereka meminta saya kembali. Karena Ayah meninggal, maka saya mengambil keputusan "untuk melayani permintaan mereka dan memajukan nama saya untuk dibebaskan.

Pada mulanya semua kelihatan lancar. Peraturan mengatakan jika seorang yang bekerja dalam badan in­teligensi harus tinggal selama 18 bulan dalam Angkatan Bersenjata, mulai saat permohonan itu diajukan. Dengan maksud supaya orang yang mengajukan per­mohonan itu melupakan kode-kode rahasia, sehingga ia tidak mampu memakai informasi-informasi jika ia kembali ke kehidupan sipil. Tetapi Captain Dr. Abdul­lah datang untuk menyelamatkan saya, beliau mengemukakan mengenai kondisi saya, dan berkata bahwa saya memerlukan perawatan medis dengan segera. Saya dibebaskan dan pulang ke rumah dengan dokumen­-dokumen yang ditandatangani oleh Dr. AbdulIah ten­tang cacat di mata kanan saya. Ibu saya sangat terkejut ketika saya pulang tanpa tanda jasa.

PEJUANG KEMERDEKAAN

Dengan suatu kekosongan dalam kehidupan. Saya kembali ke Jammnu, Kashmir. pada bulan Maret 1947. Tetapi iklim permusuhan dan kekacauan me­maksa saya untuk memperhatikan keamanan keluarga saya dan menolong mereka dalam saat-saat kesulitan hidup yang harus kami jalani. Di sini ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang sudah rusak itu. Masa ini adalah masa tegang. Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita katakan dan perbuat Karena mayoritas di Jammnu adalah Hindu, dan di sebelah utara Kashmir adalam Muslim. Kita sadar bahwa kita hidup dalam lingkungan yang bermusuhan. Posisi Kashmir tidak tenang.

Penguasaan lnggris berakhir di pertengahan bulan Agustus 1947. tetapi dua negara tampil ke muka dari pada satu. Negara Muslim Pakistan, dengan satu sayap di timur dan satu sayap di barat. terpisah dari India. Pergolakan penduduk terjadi, dimana ribuan keluarga berpindah ke negara yang dipilihnya. Bagi Muslim ini adalah satu perjalanan ratusan kilometer ke Pakistan di sebelah barat. Penderitaan tidak terbayangkan. Kerusuhan memberi jalan untuk pembunuhan yang tersebar luas. Negara yang telah merdeka seperti Kashmir boleh memilih negara mana yang mereka mau ikuti. Kashmir adalah salah satu negara yang penting. yang tidak mau diperalat seperti negara­-negara yang diundang untuk menandatangani. Maha­rajah dari Kashmir terlibat dalam satu dilema. Hari Singh. maharajah yang berkuasa adalah seorang Hindu yang kukuh dan sangat bermusuhan dengan Pandit Nehru, perdana menteri dari India merdeka. Takut bahwa India membawa demokrasi di negaranya, Hari Singh menunda segala macam persatuan selama mungkin. Meskipun ia berulang-ulang didesak oleh pemuka-pemuka politik untuk memenuhi keinginan masyarakat, ia tidak memperlihatkan bahwa ia bermak­sud berbuat demikian. Mayoritas dari masyarakatnya adalah penganut agama Islam, tetapi bagi seorang penguasa Hindu tidak masuk akal untuk tunduk di bawah kekuasaan Islam. la mainkan waktu karet (pe­nundaan) dengan sesuka hatinya. Pembunuhan dan kekejaman yang sudah dimulai sejak ada pemisahan berlanjut dengan hebat. Tidak ada satu tempat yang aman dimanapun juga. Peristiwa-peristiwa berpindah dengan cepat dan teror menjalar dan menyerap di segala tingkat masyarakat. Tetapi dalam kegelapan ini ada titik terang kecil yang bercahaya. Tidak semua berubah menjadi musuh karena sistem politik berubah. Tetangga kita yang baik hati, Iqbal Singh, seorang Sikh menasehati kita untuk tinggalkan kota, karena situasi dan kondisi pada saat itu sangat menyedihkan. la berkata pada saya: "Jikalau ada orang mengancam hidup kalian, kita tetangga akan saling membela walaupun dengan nyawa kita sendiri" . Roh kebaikan seperti itu di lautan kekejaman seperti ini merupakan suatu titik terang dalam ancaman-ancaman yang menenggelamkan. Kita tahu bahwa Ma­harajah mungkin mau bergabung dengan India, bahwa mayoritas masyarakat Kashmir adalah Muslim.

Kehidupan kita selalu berada dalam bahaya, dan kita harus berbuat sesuatu. Saya menasehati kakak-kakak saya untuk mengirim istri-istri dan anak-anaknya ke desa kami. Mereka segan untuk berbuat demikian, tetapi tidak ada ke­mungkinan lain. Situasi makin bertambah buruk. Tiap hari kita mendengar kabar kekejaman yang dilakukan. Setiap pengekangan dari naluri berbuat kejam dari seseorang rasanya perlu untuk saat ini. Para penguasa tidak berdaya umuk menghentikannya. Saya harus memaksa kakak-kakak saya pergi dan mengikuti is­trinya masing-masing di desa. Inilah adalah suatu keputusan yang sangat berat bagi mereka. Karena mereka harus tinggalkan harta dan tanah di Jammnu. Meninggalkan semuanya itu berarti melepaskan apa yang mereka kerjakan dalam kehidupan mereka.

Tetapi sejak kehidupan mereka dalam keadaan berbahaya, mereka dipaksa umuk memilih dan meyakini bahwa kehidupan mereka tidak bisa digantikan dengan harta. Dengan keadaan tertekan dan dukacita mereka pergi. Saya janji untuk tinggal dan memperhatikan kepentingan-kepentingan kami.

Teror makin dekat dan menyerang pabrik kami. Kami mempunyai seorang pembantu yang berumur 14 ta­hun, bernama Hlyas. Pada suatu hari ia tidak kembali ke rumah untuk makan siang. maka adik perempuan­nya darang ke pabrik untuk melihat apa yang terjadi dengannya. Saya katakan kepada adik perempuannya bahwa dia tidak datang ke pabrik pagi itu, tetapi adiknya menegaskan bahwa kakaknya meninggalkan rumah seperti biasa. Prasangka saya timbul Apakah kami akan menjadi korban yang terakhir ? Saya kuatirkan dan takut pada apa yang bisa terjadi. Saya memegang tangan anak perempuan itu, lalu kami berjalan melewati jalan yang dilalui kakaknya pagi itu.

Tiba-tiba kami melihat dia, tergeletak mati di dalam parit. Saya mulai mual dan sikecil di samping saya mulai menangis tak terkendali. Saya coba untuk menghiburnya, tetapi gagal. Kemudian saya sampai­kan berita pada keluarga dan menolong penguburan­nya. Hlyas dikuburkan pada hari itu juga.

Siapakah yang berikutnya? Kita semua adalah sasaran yang bagus. Tetangga kami orang Sikh itu, membujuk saya untuk pergi. Tidak mudah membujuk karyawan supaya berhenti, karena pendapatan mereka dari pabrik adalab satu-satunya penghasilan, Meninggal­kan pabrik berarti tidak ada pekerjaan dan berakibat bagi keluarganya. Di samping itu mereka setia dan tidak akan membiarkan saya sendiri di dalam situasi yang sulit itu. Tetapi saya memaksa supaya mereka pergi dan membayar gaji mereka.

Sialkot, kota di seberang perbatasan Punjab, Pakistan, memberi sedikit perlindungan. maka mereka pergi ke sana, Saya menutup pabrik. ini suatu hal yang menyedihkan. Harapan kita terakhir untuk menyelamatkan yang kita miliki sudah hilang. Di Jammnu, kami mempunyai tiga rumah, sebuah toko, pabrik dan, 400 are tanah yang subur. Sekarang semuanya ini harus ditinggalkan. Membayar untuk negara dan biayanya sangat tinggi, tetapi suatu konsep idealis yaitu negara Muslim tersendiri Pakistan merupakan suatu kemenangan.

Sekitar akhir bulan September 1947, saya memakai seragam RAF, dan senjata, lalu berjalan. Saya ber­jalan sepertinya saya bertugas. supaya saya tidak di­curigai dan dianiaya.

Malam itu sangat gelap, pada saat saya tiba disungai Tui dao berenang keseberang. Di seberang saya dengar kata "berhenti.. dan alarm berbunyi. Melihat seragam saya, piket itu berkata: "saya hanya mengontrol. Saya berjalan terus. Begitu saya keluar dari pandanga mata mereka, saya mulai berlari 30-35 km ke rumah di Zaffarawal Ibu saya menyambut saya dengan air mata. Kehidupan yang kami bangun bersama runtuh di sekeliling kami. Masa depan kami suram. Tetapi menurut orang-orang politik ini suatu kegembiraan dengan keadaan baru. Kita beruntung, situasi kita lebih baik, dari pada se­harusnya. Kita masih mempunyai rumah yang menyenangkan, cukup makanan dan kita tidak usah ke kamp pengungsi.

Kehidupan sudah tidak mempunyai arti lagi bagi saya. Semuanya tak bertujuan dan kosong. Tetapi saya tidak bisa melepaskan ide bahwa kehidupan mempunyai maksud dan arti. Sepertinya saya yang kehilangan dan tugas saya untuk mencarinya kembali. Saya beralih ke agama untuk mencari penyelesaian dan arah yang baru, sesuatu untuk hidup, bahkan mati untuk itu. saya sangat membutuhkan aktivitas yang berfaedah. Saya yakin bahwa segala sesuatu yang saya alami dan latih, memerlukan saluran keluar yang baru. Saya mulai belajar Islam dengan serius. lni adalah di mana saya dibesarkan. Saya akan menjadi seorang Muslim yang tekun dah shalat merupakan bagian tertentu dalam kehidupan saya. Muslim harus shalat lima kali sehari.. Tetapi saya tidak berpegang pada waktu waktu itu dan hanya menganggap ini sebagai paling sedikit. saya mencari guru-guru agama yang bisa membawa saya ke arah yang benar.

Seruan untuk berjihad atau perang suci. diserukan dari setiap mesjid. Seperti yang ditakutkan Maharajah dari Kashmir dan memilih untuk bersekutu dengan India. Banyak Muslim yang menginginkan agar Kashmir tidak menjadi bagian dari Pakistan, mereka ingin agar terpisah dari India. Maka sekarang mereka dipanggil untuk berperang dalam perang suci untuk kemerdekaannya. Ini adalah pelayanan yang utama dan tinggi. Prinsip Jihad itu ialah memanggil orang-orang Muslim yang saleh untuk berperang melawan orang-­orang yang tidak percaya atau orang-orang katir. Sejak berdirinya Islam, politik dan agama berdampingan. Dan inilah tugas saya yang tertinggi dan terpening untuk melayani Allah yang telah membimbing saya untuk menjadi pejuang kemerdekaan. Maka mulailah periode yang paling rendah dalam kehidupan saya, di mana segala penghargaan merupakaan ancaman, semangat saya menolak kcsadaran saya dan mengalahkan dahaga untuk membalas dendam dan kematian. Saya mulai menyiapkan diri untuk gerakan yang baru ini, yang menawarkan apa yang saya per­lukan saat ini. Akhirnya kekosongan mulai terisi. Saya bertemu dengan Sardar Muhammed Ihnlhim. Presiden pertama untuk Kashmir merdeka. Ia mem­berikan saya kartu pribadi dan mengirim saya ke markas besar pejuang-pejuang Muslim untuk kemer­dekaan. Saya masuk pasukan dan mendapat tempat sebagai serdadu biasa. Saya tidak mau memberi kesan kepada siapapun tentang pengalaman yang lalu, jadi saya tidak cerita sesuatu tentang kehidupan dan latihan di RAF.

Kebanyakan pejuang-pejuang itu terdiri dari bekas Angkatan Darat dan Angkatan Udara. Tetapi gerakan kemerdekaan ini tidak diorganisasikan dengan baik dan tidak satu orangpun yang dibayar. Mereka yang mendukung kita memberi makan, kita tidak mempun­yai sumber sendiri. Jika tidak mempunyai sesuatu untuk dimakan, kita membunuh seekor binatang untuk memuaskan lapar kita. Ketegangan dalam tentara Nasional Pakistan sering terjadi, karena mereka mau melihat suatu organisasi dan pejuang-pejuang yang berdisiplin. Tetapi ini belum mungkin.

Pada bulan Oktober, banyak orang dari perbatasan Barat Laut menuju ke Kashmir. Beberapa kawan dan saya mengikut mereka dalam pertempuran dari Muzaffarabad ke Bada Mavla. Pertempuran kecil­-kecilan berlanjut selama dua bulan. Pada saat musim dingin mulai. saya dikirim ke garis depan bagian sela­tan. Di sini juga ada beberapa pertempuran. Pleton di mana saya dikirim untuk memblokade jalan yang menghubungi Pathankot (tempat lain di India) dengan Jammnu, dan jika mungkin, menyerang dan men­dudukinya. Setelah Maharajah bersekutu dengan India. tentara India dikirim untuk menolong dia dalam mengatasi kerusuhan dan memukul mundur musuh­nya. Kami mempertahankan jalan, tetapi kami mengalami beberapa kali kekalahan dan banyak yang tewas. Tetapi kami banyak mengakibatkan banyak korban pada pihak musuh, walaupun kami dikalahkan. Sedangkan saya terlibat dalam ramainya gerakan kemerdekaan. Saya bertemu Salima lagi. la bergembira dan ingin memperbaharui hubungan kami dan bahkan berpikir untuk menikah. Keluarga saya telah tergiur oleh kekayaannya sehingga tidak satupun menghalangi pernikahan kami. Saya juga menginginkan demikian, tetapi tidak sekarang. Saya masih semangat-semangat­nya dengan kegairahan nasionalis dan kegiatan agama untuk memenuhi kebahagiaan pribadi. Kami berpisah tetapi saya tahu bahwa inilah pertemuan kami yang terakhir.

Beberapa waktu kemudian saya pcrgi ke desanya Salima, tetapi menemuinya dalam keadaan sakit. Saya tidak diizinkan untuk melihatnya tanpa mengetahui tingkat kesakitannya. saya meneruskan untuk mengikuti kursus yang telah saya pilih sendiri, Saya meninggalkan desa tanpa membesuknya. Tetapi dalam sebulan saya sudab kembali ke desa itu dan seperti dingin tulang belakang menyambut saya, jantung saya berdebar begitu cepat sepertinya dada saya hampir pecah, Saya melihat kakak lelaki Salima. keluarganya dan kenalannya kembali ke rumah dengan wajah yang sedih dan air mata yang susah. Saya jadi sadar da' ketakutan menusuk hati saya. Apa yang terjadi dengan Salima? Kakaknya berkata kepada saya: "Salima meninggal tadi pagi dan kami baru menguburkan dia". Saya hancur karena kesedihan. Ketika saya melihat ke atas matahari ,sedang terbenam. Ada cahaya yang indah di langit.

Dan hari itu berakhir seperti Salima juga hari ini. Apaka dia mati karena patah hati dan apakah saya yang mengakibatkannya ? Kesedihan dan penyesalan mengiris hati ya:' Pintu kebahagiaan pribadi telah tertutup bagi saya untuk selama-lamanya. Saya telah kehilangan sesuatu yang terpenting yang bisa saya miliki: Saya kembali ke satuan tempur saya dengan hati yang hancur. Satu- satunya jalan untuk meneng­gelamkan dukacita saya dalam menceburkan diri se­dalam-dalamnya dalam gerakan kemerdekaan. Itu merupakan satu-satunya yang saya inginkan dalam hidup.

Komandan-komandan saya cepat mencatat pengalaman saya yang bisa dipergunakan dalam gerakan ini. Sudah diputuskan bahwa saya harus menjadi salah satu dari mereka dan saya ditugaskan sebagai perwiraa pada suatu upacara sore. Semuanya dilakukan dalam suatu kerahasiaan dala perang grilya seperti ini. Saya diangkat sebagai komandan sektor dan mendapat tanggung jawab dengan latihan dari pejuang-pejuang kemerdekaan. Secara berangsur, lama kelamaan saya terlibat dalam pekerjaan inte1. Saya ingat suatu ke­jadian. Kami sedang operasi dan memerlukan dua hari untuk operasi ini. Tiga dari kami sedang mencari infomasi di pegunungan. Kami kehabisan persediaan makanan. Makanan kami sering terdiri dari jagung yang kami masak dalam mentega. Kami sangat lapar. Tidak jauh dari tempat kami ada suatu tempat di mana orang-orang Hiudu membakar mayat-mayat mereka. Diperkirakan bahwa bagian ini ada hantu dan tidak satu Hindu akan mondar-mandir di situ. Tetapi saya tidak pernah rakut segala sesuatu dan saya bertanya, bagaimana memuaskan lapar kami dan saya mempun­yai ide yang bagus, itulah pemikiran saya. Tidak jauh dari situ saya lihat ada asap naik dan di dekatnya ada sebuah ladang jagung. Saya ambil bcberapa jagung dan melangkah ke tempat pembakaran mayat Kami bcrada diterirorial musuh makanya kami sendiri akan menarik perhatian mereka. Saya pergi lalu membakar jagung di atas tumpukan pembakaran mayat. Kawan-kawan saya senang melihat saya kembali dengan jagung bakar dan mereka tidak bertanya bagaimana saya mendapatkannya.

Setelah mereka selesai makan, saya ceritakan pada mereka dengan malas, bagaimana saya memperolehnya. Tidak mengherankan, mereka merasa jijjk dan mulai mengeluh sakit perut. Saya girang karena mereka ... ramalkan yang menjadi reaksi psikologis.

Operasi-operasi kita termasuk juga segala macam penipuan. Dalam suatu kesempatan, saya merubah diri menjadi seorang Hindu Brahmin dan seolah-olah men­jadi seorang pengungsi dari Pakistan. Dengan pembas­mian orang-orang terpisah dari India, kehadiran pengungsi dari Pakistan atau India menjadi pemandan­gan biasa. Saya tahu bahwa saya tak akan dicurigai karena ribuan orang-orang Hindu meninggalkan kedudukan mereka di Pakistan dan melarikan diri ke India. Misi saya adalah untuk mengetahui kekuatan dan sumber persediaan tentara India di daerah itu. Pada saat saya tiba diperbatasan, saya mulai menangis dan menceritakan bagaimana keluarga saya dibunuh dan harta kami dirampas. Mereka terharu dan menghibur saya dan menjanjikan pertolongan.

Saya dijanjikan akan menerima rumah dan perabotan­nya, supaya saya bisa mulai dengan kehidupan yang baru. Saya bebas sejauh ini semua baik. Tetapi ke­mudian, kecemasan meliputi saya. Mereka menyuruh saya mengupapkan beberapa bagian dari kitab suci Hindu. Saya tahu banyak dari kitab ini, karena saya mempelajarinya di sekolab Hindu di Jamnu. Tetapi saya tidak tahu yang khusus yang ingin mereka den­gar. Permainan sudah selesai. Bahaya ... !!! Saya barus berpikir cepat. Saya ambil keputusan untuk menyerahkan diri pada kemurahan mereka lalu menangis lagi. Saya berkata, saya sangat binguog dan letih untuk mengucapkan tentang mantera itu. Tetapi mereka tidak pereaya pada alasan ini dan menjadi curiga. Saya mulai putus asa. jikalau mereka ketahui siapa saya, mereka juga akan curiga bahwa beberapa anak buah saya berada dekat tempat itu.

Tidak sulit bagi mereka untuk mengetahui apakah saya seorang Hindu atau bukan, karena identitas saya ada di tubuh. Seperti setiap anak lelaki Muslim, saya dis­unat. Mereka hanya perlu menelanjangi saya untuk mengetahui siapa saya. Supaya situasinya makin parah saya membawa dua granat yang tersembunyi dalam baju saya. Pada saat mereka memisahkan saya untuk diperiksa, saya membebaskan diri dan meloncali tem­bok, saya lempar granat yang pertama. Tunggu 15 detik lalu lempar yang kedua, selurub tempat ter­bakar dalam api. Merusak kehidupan manusia dan harta bukan sesuatu hal yang luar biasa. ltulah kebi­asaan kami bila memasuki sebuah desa. Penduduk digiring dengan todongan senjata ke rumahnya masing­-masing, pintu-pintu ditutup dari luar dan desa itu dibakar. Suatu perbuatan keganasan yang tidak berperi kamanusiaan dan tidak menggangu kesadaran saya. Saya hanya melaksanakan tugas saya dan peker­jaan itu harus dikerjakan dengan baik. Jikalau Allah dipuaskan mengapa saya perlu ragu-ragu.

Perang kemerdekaan ini telah berlangsung dua tahun. Pada akhir dari peperangan ini. beberapa peristiwa muncul, yang mengingatkan saya akan nilai-nilai yang saya pelajari sebagai anak; kesucian hidup dan hidup untuk orang lain. Idaman-idaman ini telah tenggelam, tetapi mereka akan muncul lagi dan menjadi prioritas dalam kehidupan saya lagi. Tetapi belum sekarang.

Sebagai komandan sector, saya merencanakan lebih banyak penyerangan. Pertolongan dari Pathans di barat laut. yang dengan sukarela menguatkan pasukan kami. Mereka umumnya bukan pejuang-pejuang yang baik, mereka lebih memperhatikan wanita dari pada berperang untuk kemerdekaan Kashmir. Tetapi kami bermusyawarah di sektor saya untuk mendiskusikan rencana-reneana kami dengan mereka. Pada saat waktu musyawarah sudah dekat, saya berjalan- jalan. Tiba-tiba sayia terheran, karena saya dengar nama saya dipanggil. Suara itu adalah suara dari seorang perempuan, tetapi saya kenal suara itu. nama itu banyak dipakai oleh keluarga dan teman-teman akrab. Ia me­manggil saya dengan, nama" Gama" nama panggilan yang diberikan kepada saya. Saya lihat dari mana suara itu datang dan saya lihat seorng gadis, kakak perempuan dari beberapa teman Hindu, berdiri di belakang jendela yang dibarikade.

Saya hampir tidak kenai dia, tapi saya ingat bahwa dia adalah anggota dari keluarga di mana ibu pernah memberi perlindungan di rumah kami selama dua bu­lan, sebelum mereka bisa melalui perbatasan ke india dengan aman.

Saya bertanya: "Apakah engkau kakak perempuan dari Sudesh ?". Ia mengangguk. "Bagaimana engkau datang ke sini ?". Dia sangat malu untuk menceri­takannya. Saya bela dia, karena tampaknya dia sangat stres. Dia menceritakan pada saya pengalamannya yang sangat menyedihkan. 12 Pathans telah melewati perbatasan, menyerang kampungnya dan membawa dia ke tempat ini dan mereka rnemperkosanya. Saya tidak dapat berbicara lagi. Apakah yang harus saya saksikan? Apakah iui kegiatan agama ? Apakah Islam menghasilkan tingkah laku yang demikian ? Untuk pertama kali dalam karier pilihan sendiri, suatu tanda tanya besar muncul melawan kegiatan-kegiatan saya, dan kebimbangan mulai bangun. Letupan kecil ini sulit dipadamkan. Dalam situasi seperti ini, saya harus berbuat sesuatu yang positif. Saya membawa apa yang diperlukan dan mempergunakan segala pengaruh saya untuk membebaskan dia. Saya membawa dia ke Ibu saya yang merawatnya dalam rumah kami sampai ia sembuh dan mampu pergi untuk berjumpa dengan keluarganya lewat perbatasan.

Kejadian tidak adil ini, mengingatkan saya pada suatu kejadian yang saya saksikan. Saya berada di suatu kota di Gujarat dalam perjalanan ke Kashmir. Ketika saya sedang berjalan di pasar, saya menyaksikan suatu pen­jualan manusia. Nilai. tiga perempuan terlihat dari harga yang diminta untuk mereka. Seorang perempuan atau seorang perawan dijual 300 rupees; yang lain, yang sudah kawin dan mempunyai anal kecil, untuk 200 rupees dan seorang perempuan tua bernilai untuk 50 rupee. Saya ingat bagaimana saya tergoncang. Bagaimanakah nilai seorang manusia ? Saya bertanya pada diri sendiri.

MUSUH YANG TAK DIDUGA

Stabilitas mental saya terganggu. Saya tidak yakin pada diri saya lagi. Tetapi saya tidak bisa berhenti di pertengahan arus sungai. Suatu persetujuan antara Pandit Nehru, Perdana Menteri India dengan Liaquat Ali Khan, Perdana Menteri Pakistan sudah ber­laku. Tentara India memperoleh keuntungan dengan persetujuan ini dan memperkuat posisinya di Kashmir. Tetapi pejuang kemerdekaan dalam tentara Kahsmir Merdeka bertumbuh ke arah demoralisasi. Gerakan dan penyebaran dan pejuang-pejuang kemerdekaan dilaksanakan tanpa suatu pemikiran terdahulu atau rencana baik, sehingga hampir lumpuh oleh sumber-­sumber yang terbatas. Pejuang-pejuang Muslim ini hanya mampu berperang pada malam hari.

Pada suatu malam saya menyerbu sebuah desa dengan beberapa teman saya. Desa itu terlelak tidak jauh dari perbatasan India. Saya mendengar bahwa ada beberapa orang non Muslim yang hidup di dcsa itu, maka saya panggil Mumberdar, kepala desa dan ber­tanya kepadanya apakah benar seperti yang diceritakan.

"Di sini tidak ada orang Hindu!; jawabnya. Hanya ada satu keluarga Kristen".

"Kristen?, maksudmu pengikut-pengikut Isa?" (Isa adalah nama yang diberikan menurut Al-Qur'an untuk Yesus). .

"Ya, hanya tiga orang".

"Nah, mereka bukan Islam. Mari, antarlah kami ke rumah mereka dan kami akan berurusan dengan mereka" .

Langkah ini merupakan suatu hal yang biasa bagi saya dalam hubungan dan pengertian saya tentang orang­ orang Kristen saat itu. Saya ingat bahwa saya pernah tanya seorang Mullah (Seorang Guru Islam yang berkualitas) untuk pengertian dari kata "Kafir" (Kafir yang tidak beriman). Dia menjawab: "Barang siapa yang tidak bisa menyaksikan kalimat sahadat Muslim, adalah kafir. Kalimat itu terdiri dari dua dasar prinsip, yaitu: Tidak ada Tuhan lain selain Allah dan Muhammad adalah Rasulnya.

Setiap Muslim sejati harus percaya dan mengaku prin­sip-prinsip dasar iman itu. Barang siapa yang tidak bisa mengucapkan ini adalah seorang kafir. dengan demikian hanya ada dua kemungknan bagi siapa saja, yaitu pintu perang atau perdamaian. Terkecuali orang mau menerima kalimat sahadat ini dan segera mempelajari ajaran Muhammad, ia yang tidak bisa mendapat per­damaian dan perlindungan Allah;. dan ia memilih peperangan dengan akibat- akibatnya.

Semuanya sudah terang dail jelas. Tetapi perttanyaan pokok muncul. Bagaimanakah pemikiran mullah tentang orang-orang Kristen? Jawabannya membuat saya bingung. Ia berkata bahwa mereka adalah orang-­orang dari Alkitab. Kristen dan Islam, k.edua-duanya manyatakan bahwa mereka menyembah satu Tuhan, percaya bahwa Ia telah mcmberikan wahyu untuk Kristen, hal ini terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Untuk Islam ialah Al-Qur'an. Islam percaya bahwa wahyu kepada Muhammad pada abad ke VII di Mekah dan Medinah diberi oleh malaikal Jibril dan hal itu ada di surga. Mereka meringkaskan Firman Tuhan sebelum diberi kepada para nabi, dan wahyu iui adalah wahyu terakhir dari Allah kepada manusia. Dalam AI­Qur'an, Yesus ditolak sebagai Anak Allah, tetapi dikenal hanya sebagai nabi biasa seperti nabi-nabi lainnya. Islam percaya bahwa kitab Yahudi (Taurat) dan Kitab Kristen (Injil) telah dibatal dan digantikan oleh wahyu yang diberikan kepada Muhammad yaitu Al Qur'an. Namun bagi saya jika orang-orang Kristen juga orang-orang Alkitab, maka mereka tidak mungkin Sama tingkatnya dengan orang-orang kafir atau yang orang yang tidak beriman. Tetapi jika definisi dari “kafir” ialaha mereka yang tidak bisa mengucapkan kalimat shadat, baru mereka dalah kafir dan berperang melawan mereka adalah benar. Sedemikian jauh mullah tidak ikuti penilaian saya, atau menyetujui perbuatan yang saya ingin lakukan. Pembicaraan ini membawa kebingungan dari pada kejelasan. Tetapi untuk saya, masalahnya sudah jelas; apakah mereka adalah orang-orang kafir' atau tidak, keduanya sama. Sejak mereka tidak bisa mengucapkan kalimat sahadat, mereka adalah orang­orang kafir dan harus siap menghadapi perang.

Dengan pemikiran sedemikian, saya menuju ke depan rumah mereka. Dalam halaman bertembok ada sebuah ruangan kecil, pintunya tertutup dari dalam. Kami mengetuk dan pintupun dibuka.

"Apakah Anda seorang Kristen'!"

"Ya, betul".

"Sampai saat ini kalian adalah Kristen. Apakah kalian tidak bisa menjadi Muslim?".

Kedua orang yang berusia setengah baya itu berdiri dengan gemetar di depan saya. Dalam cahaya lampu yang suram dari lampu minyak, mereka berusaha men­cari jawaban. Ketika pada saat itu seorang anak perem­puan yang berumur sekitar 10 tahun, tiba-tiba keluar dari bawah ranjang dan berjalan ke depan lalu memberi jawaban atas tantangan saya katanya: "Tidak, kami tidak bisa menjadi Muslim".

Saya tertawa dan bertanya kepadanya:

"Mengapa tidak?"

"Kami tidak bisa mengubah agama kami dengan alasan apapun juga".

"Anak gadis yang pandir, hari-hari ini engkau harus memikirkan keselamatan jiwamu dan inilah jalan satu­-satunya", kata saya.

Dia tidak mau menyerah. "Kami percaya kepada seorang berkata: "Aku menyertai kamu sampai kesudahan alam", dan kami percaya bahwa Ia ada ber­sama kami, juga hari ini".

Sangat sulit bagi saya untuk bersabar lebih lama lagi. Saya agak jengkel karena ketegarannya, lalu mengambil keputusan.

"Baik, kami akan membunuh kedua orangtuamu dan membawa engkau ke kamp kami dan akan menukar engkau dengan seorang gadis Muslim dari India" kata saya.

Tetapi gadis berumur 'l0 tahun itu tidak terpengaruh oleh intimidasi saya.

"Berbuatlah sekehendak hati anda, tetapi kami mem­punyai satu permohonan", ia berkeras bati.

"Apakah itu?"

"Kami tidak akan minta anda untuk membiarkan kami hidup, tetapi berikanlah kami waktu beberapa menit untuk berdoa, supaya kami bisa minta pada Dia yang memberikan janji-Nya untuk menolong kami". la berkata dengan penuh keyakinan. Tidak ada sedikitpun ketakutan dalam matanya.

"Anak perempuan bodoh! Tidak ada Allah pada saat ini. yang bisa menyelamatkan seseorang, tidak seorangpun telah menyelamatkan orang-orang India dari India, tidak ada satu Allah yang menyelamatkan orang-orang Hindu di sini. Apakah kamu tidak melihat tempat ibadah di Port Haptal sana, bagaimana kami menghan­curkan bangunan itu menjadi rata dengan tanah hanya dalam beberapa jam".

Saya berkata demikian untuk menakut-nakuti dia.

"Berikanlah kami beberapa menit", ia berkata dengan gigih.

"Ya, ya, silahkan kamu mcngucapkan sembahyangmu, biar kami bisa melihat apakah kamu bisa membuat bom atom dengan berdoa", jawab saya agak kasar.

Anak perempuan itu dengan kedua orangtuanya ber­lutut Saya tidak mendengar apa yang mereka katakan, tetapi saya melihat air mata anak perempuan itu mengalir sampai ke pipinya dan ke bibirnya yang sedang komat-kamit. Keheningan terpecah ketika mereka bertiga berkata: "Dalam Nama Tuhan Yesus Kristus, Amin".

Begitu kata "Amin" diucapkan, suatu cahaya seperti tembok naik dari dalam tanah menyembunyikan mereka dari pandangan kami. Walaupu saya sering bermain dengan api dan ledakan-ledakan maut, namun saya belum pernah melihat cahaya yang begitu cemerlang dan mengerikan. Suatu kejadian yang unik. Cahaya itu sangat halus, membuat saya tidak bisa menceritakannya. Sedikit demi sedikit cahaya itu mendekati saya dan saya mulai panik. Sepertinya ia mau maju dan membakar habis saya. Saya mulai berkeringat dan mulai mengeluarkan air liur secara berlebihan. Untuk pertama kali sejak saya berusia sembilan tahun, saya mengatami ketakutan yang nyata, ketakutan yang sangat mengerikan. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Tiba­-tiba suatu pemikiran muncul dalam ingatan saya, sebaiknya saya meminta ampun kepada makhluk-­makhluk yang malang ini dan Mohon maaf kepadanya; maka saya berkata dengan ketakutan dan gemctaran: " Ampunilah saya". Mengapa saya menginginkan pengampunan mereka, itu di luar kemampuan saya, tetapi mereka dengan kuasa yang besar dari yang pernah saya saksikan membuat saya harus meminta pengampunan kepada kuasa itu. Tiba-tiba saya mendengar suara yang berkata: "Kami mengampuni anda dalam nama Yesus Kristus" .

Setelah kata-kata itu diucapkan, tembok cahaya itu menghilang dan orang-orang itu berdiri di depan kami, damai dan ketenangan, siap untuk melakukan apa yang saya perintahkan. Kami tidak bisa tinggal lebih lama lagi. Kami memiliki banyak batu permata yang kami curi dari rumah-rumah yang ditinggalkan oleh orang-orang Hindu. Kami memberikan mereka beberapa butir kemudian kami pergi. Kami merasa sangat berhutang kepada mcreka, karena berbagai kesulitan yang menim­pa mereka oleh perbuatan kami.

Setelah saya kembali ke markas, saya tidak bisa tidur. Nama Yesus Kristus terus terngiang di telinga saya, dan berputar-putar dalam pikiran saya. Saya mulai mengingat pengalaman saya yang lampau, dan nama Yesus Kristus terpaksa harus menjadi perhatian saya. Ada Tuhan Yesus yang dipercayai oleh Baxter yang melin­dungi saya dan kawan-kawan dari pemboman Jepang. Jika kata-kata Baxter benar dan kami semua tahu kenyataan bahwa ini satu-satunya penjelasan yang mem­buat 'kami tetap hidup. Kalau begitu saya berhutang nyawa kepada-Nya. Tetapi saya belum mengenalNya secara pribadi, sayapun tidak tahu banyak tentang Dia.

Bagaimana mungkin saya harus bersyukur kepada "seseorang" yang tidak saya kenaI? Tetapi saya harus bersyukur karena Dia menyelamatkan jiwa saya.

Kemudian Yesus Kristus yang dipercayai oleh Amber dan Marry, demi Dia, mereka telah menyelamatkan kehidupan seorang pria yang sudah tidak bisa ditolong, merawati luka-lukanya. Tuhan Yesus tidak hanya menyelamatkan hidup saya, Ia meyakinkan murid-murid-Nya untuk merawat saya ketika saya terluka tanpa pertolongan. Mengapa Dia melakukan ini bagi saya ? Saya sungguh tidak mengerti akan pandangan hidup yang bagaimana yang Dia anjurkan kepada para pengikut-Nya. Sebagai seorang Islam sejati, saya menilai hukum-hukum Islam, saya tidak termasuk kepunyaan Yesus Kristus. Yesus Kristus yang dipercayai oleh Philip, memberi kekuatan kepadanya untuk berkorban bagi orang lain. Saya juga telah berkorban dengan jalan memberikan kebahagiaan pribadi kepada Salimah, dan kemudian kehilangan dia untuk selama-Iamanya karena hasrat saya untuk menyenangkan Allah dalam perang suci. Namun demikian saya tidak merasakan suatu hubungan pribadi dengan Allah, dan saya juga tidak percaya bahwa Ia memberikan keberanian untuk saya melakukan sesuatu. Saya bersandar pada kemampuan dan keahlian serta kecerdikan saya sebagai sumber penghasilan.

Yang paling berkesan dari semua pengalaman itu ialah pertemuan saya dengan Yesus Kristus yang diimani oleh gadis kecil yang datang dan menyelamatkan para pengikut-Nya pada waktu yang tepat. Dia bahkan menepati janji-Nya. Jika saya bimbang tentang Dia yang menyelamatkan unit kami ketika dibom Jepang, maka kali ini saya tidak punya alasan alasan untuk ragu, karena mata saya sendiri telah melihat tindakan penyelamatan oleh Yesus kepada gadis kecil bersama orangtuanya. Tidak ada pilihan lain, bahwa rupanya Tuhan Yesus terus mengikuti gerak-gerik saya ke manapun saya pergi. Yang paling mengherankan ialah saat saya mcmohon pengampunan dari keluarga itu, di mana saya pantang melakukan hal seperti itu. Apakah hal ini terjadi oleh karena saya bersalah yaitu berniat membunuh mereka? Apakah hidup saya penuh dengan dosa dan sengaja melawan apa yang saya tahu bahwa itu benar? Dan mereka mengampuni saya dalam nama "Yesus Kristus. Sekonyopg-kOtiyong saya menemukan suatu kesimpulan dari semua pengalaman saya. Mereka adalah bagaikan 'mutiara-mutiara' yang tersebar, jika dikumpulkan akan diikat kembali menjadi kalung yang maha indah. Saya telah diselamatkan dari maut, dirawat dan melihat demonstrasi pengorbanan Tuhan Yesus Kristus melalui para pengikut-Nya, dan mendapat pengampunan dalam nama-Nya. Apakah saya sedang direncanakan untuk sesuatu?, dan jika demikian apakah itu?

Pemikiran yang demikian selalu menyiksa dan membayangi, tidak. membawa ketenangan dalam diri saya. Orang-orang itu kini menjadi pusat perhatian saya. Tetapi saya tidak punya kekuatan untuk menghindari pemikiran- pemikiran lain dan tanggungjawab yang lain. Saya sudah terlibat jauh dalam pergerakan kemer­dekaan ini. Saya tidak bisa menyerah dan meninggalkan begitu saja tanggung jawab ini. Saya sungguh tidak ber­daya, walaupun kegiatan saya makin berkurang, namun saya masih terus melanjutkan kegiatan-kegiatan saya.

Pada suatu malam, peleton saya merencanakan dan melaksanakan suatu penyerangan yang sukses dan membakar sebuah desa tak jauh dalam distrik Jammnu. Saya berdiri sendiri di pojok ladang di pinggir jalan ke arah masuk propinsi.

Saya bisa mendengar tangisan dan jeritan dari manusia yang dibunuh dan terbakar dalam api karena desa mereka dibakar. Saya menunggu mereka yang mau melarikan diri dengan peluru yang siap ditembakkan dari laras pestol saya.

Tiba-tiba seorang wanita tua terlihat di depan saya, dengan sambil berlari ia mengebas-ngebaskan api dari gendongannya. Ternyata ibu tua itu sedang menggen­dong seorang bayi. Saat itu saya berpikir, hanya mem­buang-buang peluru saja jika saya menembak wanita tua itu. Pada saat saya datang mendekati wanita itu, ia langsung meletakkan bayi itu di depan kaki saya sambit berkata: "bunuhlah dia, silahkan bunuhlah dia. Ini adalah anak Hindu. Allah kamu suka membunuh manusia, oleh karena itu bunuhlah !".

Tangan saya tiba-tiba terasa kaku dan tidak dapat meraih pestol dari sarungnya, dan perasaan saya men­jadi kacau. Untuk membunuh mereka, itu pekerjaan yang tidak berat, namun dengan kehadiran wanita tua itu dan si bayi di depan saya, merupakan suatu kon­frontasi secara langsung dan menjadi suatu tantangan bagi saya. Untuk melaksanakan tugas, itu sudah merupakan tanggung jawab yang harus saya kerjakan tanpa ragu-ragu. Namun kini saya menjadi ragu. Melihat keadaan keragu-raguan saya, wanita itu maju ke depan dan menatap langsung ke mata saya sambil berkata dengan lantang: "Nak, apakah engkau mempunyai anak-­anak?" .

"Tidak, saya tidak mempunyai anak bu”. Jawab saya kepadanya. Tapi kakak saya punya". (Saya tidak kehilangan rasa hormat pada orang yang berumur lebih tua dari pada saya, maka saya berkata: "Ibu")

"Apakah engkau pernah memperhatikan anak-anak dari dekat ketika mereka sedang membuat rumah-rumahan dari tanah lumpur, waktu usim hujan?". .

"Ya, Ibu. Saya sendiri pernah membuat kuda-kudaan dan kerbau dan juga rumah-rumahan dari lumpur".

Pembicaraan kami berangsur-angsur menenangkan saya. Betapa cerdik perempuan itu menarik perhatian saya dalam percakapan, seperti yang ia perbuat saat itu. Ia melanjutkan: "Bagaimanakah perasaanmu, jika seseorang merusakkan rumah-rumahan dan mainan yang lain?".,

"Saya sangat jengkel, Ibu!. Jawab saya seperti domba.

"Nah, Anakku, coba bayangkan saja bahwa Tuhan men­ciptakan tubuh dari si bayi yang kecil ini dengan tangan­-Nya sendiri. Bukankah Dia akan begitu tersinggung karena ada tangan lain yang merusak hasil ciptaan-Nya?

Apakab Tuhan menyukai apa yang sedang engkau per­buat ini, yakni membakar desa dan membunuh orang­-orang di dalamnya? Jika kami adalah orang 'kafir' dan Tuhan tidak senang dengan kami, maka Dia mampu untuk melenyapkan kami tanpa meminta bantuanmu. Ataukah Tuhanmu sudah begitu lemah tak berdaya sehingga la membutuhkan pertolonganmu untuk mem­bunuh orang-orang kafir?

Perkataan wanita tua itu menempelak hati saya dan pikiran saya seperti palu godam, membuat saya berteriak histeris dan berkata: "Ibu, cukuuuup". Mulai hari ini tangan saya tidak akan teracung kepada siapapun demi agama. Ibu telah menyadarkan saya bahwa saya seorang yang malang. Saya akan mengakhiri situasi ini. Ibu yang kekasih, berdoalah bagi saya. Saya sadari bahwa saya sudah tersesat.

Saya menyadari dalam lubuk hati saya bahwa wanita tua ini benar. la telah membawa saya pada suatu klimaks dari segala keragu-raguan sejak awal tentang aktivitas di mana saya terlibat. Ketetapan saya untuk meneruskan perjuangan sudah menjadi lemah. Akhirnya saya tidak bisa melanjutkan; Saya sudah patah semangat sama sekali. Saya perintahkan seksi saya untuk menarik mun­dur pasukan kembali ke markas. Anak buah saya mengira bahwa saya sudah gila dan mereka mulai mengomel. Hal ini benar-benar tidak saya sukai. Mereka heran, namun mereka mematuhi perintah saya.

Malam itu saya merefleksikan jalan kekejaman saya. Apa yang saya renungkan membuat saya merasa bahwa hukuman abadi di dalam mereka. Satu-satunya tempat orang seperti saya, karena dengan tangan saya sendiri telah membunuh apa yang menjadi milik Allah. Allah yang Maha Kuasa telah menciptakan semesta, dan saya telah merusak ciptaan-Nya itu. Tetapi saya tidak menerima segala tanggung jawab atas segala perbuatan saya. Tentu saya hanya patuh pada guru-guru agama saya. Tetapi saya tidak bertanggung jawab atas per­tumpahan darah siapa... '! Allah!!?

Merasa tersiksa oleh pikiran-pikiran ini, saya menyim­pulkan bahwa saya tidak bisa meneruskan kehidupan seperti ini. Saya tidak lagi merasa bahwa saya menyenangkan Allah dengan membunuh orang- orang kafir. Saya harus keluar. Mengundurkan diri adalah jalan satu-satunya bagi saya. Tetapi saya belum dapat memikul akibat-akibatnya. Saya hanya tahu bahwa semua ini harus saya sudahi. Saya pergi menghadap komandan saya dan bertanya, “apakah saya bol h berhenti dari gerakan kemerdekaan ini? Keheranan dan ketidakpercayaan terlukis di seluruh wajahnya.

"Mengapa engkau mau berhenti?!" ia bertanya.

Saya tidak bisa menceritakan seluruh kisah. Hal itu hanya akan merupakan suatu fantasi baginya. Bagaimanapun juga saya tidak bisa menjelaskan kepada siapapun mengenai apa yang ada dalam pikiran saya yang sebenarnya. Saya tidak punya waktu untuk memi­kirkan diri sendiri, maka saya mengatakan kepadanya bahwa saya sebenarnya tidak terikat dengan gerakan ini.Saya tidak menerima upah dan mereka tidak mem­punyai hak atas saya. Saya masuk secara sukarela dan sekarang saya mau keluar secara sukarela juga. Koman­dan saya sadar bahwa sebenarnya tidak ada guna men­diskusikan hal ini dengan saya. Ia minta supaya saya mengajukan secara tertulis apa yang menjadi permin­taan saya ini. Saya menulis empat lembar dan saya men­coba menjelaskan alasan-alasan mengapa saya mau berhenti. Ia membacanya dengan sabar dan sangat ber­hati-hati: Ia berkata dengan istilah-istilah yang dia pikirkan mengenai saya. Ia menganggap saya sudah gila. Saya berterima kasih atas opininya dan menjawab bahwa saya berbahagia kalau saya sedang menjadi gila. Melalui kelemahan dalam pikiran saya, saya akhirnya sadar lagi. Perwira yang berwewenang sangat heran, tetapi ia menawarkan pekerjaan lain dan saya menerimanya. Pekerjaan itu ialah mengumpulkan semua harta bergerak yang ditinggalkan oleh orang­-orang Hindu yang melarikan diri ke India. Bersama saya ada beberapa orang sukarelawan dari pasukan Nasional Islam dan seorang penunjuk jalan yang saleh.

Melalui pekerjaan ini, saya dihantar kembali ke keluarga saya. Pada suatu hari saya kembali ke rumah untuk makan. Kakak saya yang bernama Haji Khuda Bakhsh melihat bahwa selendang yang saya punya sangat indah. Dia bertanya dari mana saya mendapatkannya, Saya jelaskan bahwa saya mengambil dari barang-barang sitaan di rumah orang-orang Hindu. Segera kakak saya mengambil selendang itu dan membuangnya ke dalam api.

"Engkau telah memalukan dirimu dan kami dengan mengambil selendang ini", ia berseru dengan marah.

"Mulai sekarang kau harus tinggal di rumah, dan mulai saat ini kau tidak boleh melakukan pekerjaan merampas milik orang lain. Kau dengar itu?"

Saya sangat heran. Saya tidak berbuat hal yang di luar biasanya. Guru-guru agama kami tidak mempertim­bangkan apakah itu tidak sopan atau merendahkan mar­tabat jika memakai barang/harta orang lain. Saya teringat akan seorang Mullah yang mengambil oven seorang Hindu dan menempatkannya dalam rumahnya. Orang ini terkenal di keluarga kami. Pada saat ia pcrgi ke Deoband dan Bulandshabr, dua mahasiswa yang kuliah unluk menjadi pemuka agama Islam di bagian Utara India, dan ayah saya yang membiayai mereka. Mullah ini mengutus supaya ia mendapat sebuah rumah yang Sangat besar dekat sebuah desa orang Hindu. Pada suatu hari saya melihat dia menuntut, bahwa sebagai pegawai distrik dan juga sebagai seorang pengungsi dari India. Dia menyebutkan dalam tuntutannya bahwa dia telah meninggalkan tanah yang sudah ditanaminya di India, dan dia ingin supaya semuanya itu diganti kerugiannya.

Betapa benar istilah berikut ini:

Saya menemui banyak penyamun berpakaian seperti pemimpin, apakah saya harus menyelamatkan diri saya atau harta saya?".

Tetapi di sinilah kakak saya yang telah diliputi oleh kemarahan karena saya mengambil sebuah selendang. Teladan siapakah yang bisa saya percayai? Saya berada di dalam kebimbangan dan kekecewaan lagi dan tidak mempunyai pekerjaan.

Apakah yang harus saya perbuat dengan hidup saya?

DISUDUTKAN DAN DITAKLUKKAN

Konfrontasi saya dengan wanita tua, pada malam yang ditakdirkan, telah memberi dorongan pada saya untuk berikrar tidak membunuh orang lain lagi. Untuk menepati janji itu saya keluar dari gerakan kemerdekaan. Setelah saya tinggalkan RAP, saya juga ingin menyenangkan Allah yang membawa saya dalam gerakan kemerdekaan untuk Kashmir. Kehidupan saya kelihatannya mempunyai arti dan tujuan. Tetapi sekarang keagamaan maupun kegairahan politik mem­bakar habis, tidak hanya semangat dan imajinasi, masalah saya berbadapan dengan kekejaman dan peperangan apapun juga tujuannya. Sekali lagi saya hentikan seperti saat itu juga, dalam kegiatan saya. Saya berdiri pada persimpangan jalan dan tidak tahu jalan mana yang harus saya tempuh. Dalam kehampaan, saya dipenuhi dengan kebimbangan dan ketakutan. Sesuatu yang khusus tidak meninggalkan pikiran saya, yaitu kematian dan masuk ke neraka. Saya tidak bisa melihat tujuan lain dalam kehidupan saya. Kematian merupakan kenyataan bagi saya. Saya bertanya apa yang terjadi jika saya mati pada saat ini juga. Saya yang tak pernah takut sejak umur sembilan tahun, yang tidak pernah takut untuk melaksanakan misi-misi yang berbahaya dan yang sering meng­hadapi kematian. sekarang berada dalam ketakutan. Takut atas apa yang saya patut terima. Saya melihat diri sendiri cocok untuk neraka. Ketidak pastian menyerang saya dan melemparkan saya dalam kebin­gungan yang lebih besar. Bagaimana jika tidak ada Tuhan ? Untuk siapa yang telah saya perbuat. Kalau begitu tidak perlu akut pada neraka. Saya telah men-, yaksikan kematian dan kehancuran hidup manusia di sekitar saya. Allab tidak mungkin berada dalam se­muanya ini. Tetapi suara hati saya menolak untuk berdiam. Berteriak dengan otoritas dan suara hati saya berkata: "Memang, ada Allah".

Keberadaan semesta alam cukup membuktikan kepada saya, bahwa semuanya ada sumbernya. Jikalau tidak sedemikian. maka Allah tidak dekat dengan ciptaan­-Nya dan dunia menjadi sunyi dan kurang menarik. Tetapi saya tahu bahwa ini bukan masalahnya; keindahan alam semesta adalah kesaksianNya.

Walaupun saya mengakui bahwa ada Allah yang men­ciptakan dunia ini dengan segala keindahannya. saya bertanya mengapa Ia mengizinkan kehancuran apa yang Ia ciptakan. Saya percaya dan terdorong oleh pemimpin-pemimpin agama yang berpikir bahwa Al­lah disenangkan dengan membunuh orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak percaya. Tetapi bagai­mana ini bisa terjadi jika la ciptakan semuanya ini ? Tentu adalah lebih baik jika Ia mau memenangkan kesetiaan manusia. Mungkin Tuhan sendiri tidak ber­tanggungjawab atas penyalahgunaan kebebasan manusia. Mungkin Dia sarna sekali tidak berkenan dengan pembunuhan manusia. Tetapi pada akhirnya menurut pikiran saya Allah harus bertanggung jawab. sejak Ia memberikan kebebasan pada awalnya. Jika saya membunuh orang-orang kafir, saya rasa bahwa saya yang diberi perintah untuk melakukannya.

Jika semuanya tidak menyenangkan Allah. tentu den­gan gampang Ia dapat mengatasi keinginan saya untuk menyelesaikan tujuan-Nya. Sebagai seorang Muslim yang Mu'min, saya percaya bahwa saya telah men­jawab secara positif panggilan dari mesjid untuk ikut berperang dalam perang suci. Saya sudah tunduk kepada hukum Islam, itu berarti penyerahan. Saya tidak bisa dipertanyakan mengenai tanggung jawab untuk apa yang saya telah perbuat dan jika saya tidak bertanggung jawab maka tidak ada dasar untuk merasa bersalah dan masuk dalam neraka. Jika saya tidak bersalah maka tidak ada dasar untuk bertobat. Mungkin saya salah sama sekali dan harus melatih kemauan saya sedemikian rupa di mana saya melakukan perbuatan yang menyalahkan kesadaran saya. Jika kesadaran saya disalahkan; dan ada Allah maka Ia harus lebih besar daripada kesadaran saya. Makin banyak saya memikirkan tentang hal-hal ini makin bingung dan menjadi lebih putus asa saya. Pemikiran saya telah digoyahkan dan dicampur aduk oleh pemikiran-pemikiran yang menyiksa. Saya, merasa seperti seorang lelaki yang tertipu. Tidak ada secercah cahaya dalam kehidupan saya, dan mental saya sudah sakit untuk menanggulangi pertanyaan­-pertanyaan yang demikian. Saya sudah berada dalam situasi di mana saya tidak bisa tidur pada malam hari. Sering kali saya berbaring dan berpikir; tidllr hanya datang karena lelah berpikir. Mungkin saya harus berhenti berpikir untuk mendapat jawaban. Mungkin semua agama adalah pemikiran manusia yang mati membuat manusia lainnya merasa tidak cukup.

Pemikiran saya yang sakit ini berlomba dengan pikiran-pikiran lain tetapi tidak ada hasilnya. Harus ada jawaban ! Saya harus mencarinya. Pertanyaan-pertan­yaan memerlukan jawaban dansaya belum menemui satupun. Tidur dan makan tidak mempunyai arti bagi saya. Pada suatu hari saya berpuasa selama 17 hari dan malam. Kekacauan hati saya diperburuk oleh kelakuan dan sikap saya sendiri dan mereka yang ada di sekitar saya. Saya jadi cepat marah dan susah diatur. Teman-teman tidak melihat saya lagi, Saya mengkritik agama dan merendahkan nilai-nilainya. Saya sama sekali tidak mau berkonseling dengan pemimpin-­pemimpin agama kami. Orang-orang mulai berkata bahwa mungkin saya menjadi gila. Mereka mengira bahwa pembunuhan-pembunuhan di mana saya tellibat telah mengganggu watak saya. Saya tidak tahu apakah saya yang tidak senang pada orang lagi atau orang lain yang tidak senang pada saya.

Saya mulai menjauhkan diri dari keluarga. Saya merasa sebagai orang asing di rumah sendiri dan tidak satu anggota keluarga ingin bercakap-cakap dengan saya. Mereka tidak bisa mengerti apa yang sedang terjadi dan merasa tidak berdaya. Keputusasaan sema­cam ini sering berbalik menjadi kemarahan. Ibu saya sangat menderita dengan keadaan yang demikian. "Ceritakanlah pada saya anakku, apa kesulitanmu, saya akan menolong kamu !" Ia memohon. Tetapi tidak seorangpun yang bisa menolong saya. Saya men­derita oleh karena kesengsaraan yang saya akibatkan dan saya tidak bisa berbuat apapun. Sepertinya saya terkunci dalam satu spiral pemikiran yang meng­ganggu dan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menuntut.

Kadang-kadang, sepintas lalu ada suatu cahaya yang kecil dalam kegelapan pikiran terjadi, bahwa tidak semua dalam kehidupan adalah sia-sia dan tidak mem­punyai tujuan. Ada Tuhan. Kesan dunia yang beraturan membahas tuntutan yang mengesankan tentang sesuatu kekuasaan yang mengontrol. Kepada kekuasaan ini seluruh dunia, manusia dan ciptaan yang lain harus bertanggung jawab. Manusia tidak bisa berbuat semaunya saja tanpa suatu, pemikiran akan akibat-akibatnya; atau menaruh apapun pokok per­soalan yang ditakdirkan. Saya mulai tabah dan tekun mencari kuasa atau Allah itu dan berdamai. Saya juga mulai takut pada kesehatan saya. Saya yakin bahwa saya tidak bisa mendapatkan-Nya di tempat mana saya berada sekarang ini. Saya begitu diisolasikan oleh mereka yang memberikan kasih sayangnya kepada saya dan yang saya sayangi.

Pada awal bulan Mei 1949, saya tinggalkail rWllah. Saya tidak punya rujuan kemana saya akan pergi. Saya hanya mempunyai satu tujuan yaitu memperoleh per­damaian. Saya bahkan tidak pamit pada keluarga saya.

Pencarian saya mulai sungguh-sunggllh, tetapi saya tidak berbalik kepada ke Kristenan. Saya menemui orang-orang yang saya lihat ada damai yang saya cari, namun saya tidak berusaha ke arah itu. Saya tetap seorang Muslim dan bertekad untuk menyelidiki Islam lebih teliti. Seseorang dapat meninggalkan banyak hal dalam kehidupannya, tetapi meninggalkan agama tanpa alasan yang kuat merupakan suatu kebodohan bagi saya; terlebih jika agama ini adalah Islam. men­jadi lebih sulit karena Islam meliputi seluruh kehidupan kepada Allah. Saya tidak mempunyai keraguan yang serius dengan menerima prinsip dasar pertama, yaitu: Tiada Tuhan selain Allah". Bagi saya, hanya ada satu Allah seperti Islam memprok1amasi­kan secara luar biasa. Bagaimana luar biasa keper­cayaan ini bisa dilihat dari latar belakang agama ini dari mana asalnya. Orang-orang Arab adalah Poli­tisme. mempunyai 360 berhala di Ka'bah, sebuah tempat suci di Mekah mengingatkan orang-orang Arab karena meteorit hitam yang tertanam dalam salah satu temboknya. pemujaan pada allah Lat, Manat, dan Uzza adalah benar-benar bagian dari agama yang tidak bisa dipungkiri. Dewa- dewa ini diakui sebagai putri­-putri Allah. Allah adalah dewa tertinggi. Muhammad mengaku Allah sebagai satu-satunya Allah dan meninggalkan politisme. Untuk memeluk kepercayaan ini adalah memeluk suatu kebenaran mulia; namun: Islam telah kehilangan kepercayaan bagi saya. Apakah agama ini bisa menyediakan apa yang saya butuhkan ? Menurut pemimpin-pemimpin agama kami, Allah telah memerintahkan pengikut-pengikut-Nya untuk berjihad atau melakukan perang Suci melawan orang­-orang kafir. Justru karena keterlibatan saya dalam peperangan suci ini. membawa saya dalam keadaan putus asa. Saya menyelidiki lebih dalam dan menemui bahwa Islam mengajarkan bahwa saya dapat mengharapkan pen­gampunan. setelah mati jika saya berbuat baik di dunia . Tetapi saya ingin pengampunan itu sekarang, kedamaian dan pemulihan dalam kehidupan sekarang ini. Setelah kematian saya mungkin sudah terlambat. Untuk hidup dalam kehidupan yang sisa dan meng­harapkan pengampunan setelah kematian, hal itu tidak cukup dan tidak memuaskan, pun tidak menyelamatkan saya dari keadaan yang sulit. Lagi pula, sulit bagi saya menghormati dan mendengar orang-orang Maulvis. Saya teringat pada kata-kata ayah saya: “Dengar, anakku, kebanyakan dari orang-orang Maulvis adalab tuna susila. Dengarlah apa yang di­katakan oleh mereka tetapi jangan tiru apa yang mereka perbuat. Mereka kirim orang-orang yang tidak bersalah ke tiang gantungan sama seperti mereka membunuh pengikut-pengikut ilmu kebatinan Man­soor. Tentu kamu harus menghormati mereka tetapi janganlah berbuat seperti mereka. Jika mungkin men­jauhi mereka dari pintu rumahmu".

Mungkin ayah saya mengatakan ini pada saat seorang perempuan dalam keadaan yang diragukan, diambil dari rumah seorang laki- laki tertentu, yang sanggup mendeklamasikan seluruh isi Al Qur’an dari hatinya dalam suatu ambisi orang tua-tua Muslim bahwa anak lelaki mereka sekitar umur 12 tahun, sudah bisa men­deklamasikan seluruh Al-quran dan menjadi seorang Hafiz Al-quran, pengawas Al- quran. Ternyata Maulvis ini adalah seorang pengawas Al-quran dan tidak menahan dia dari perbuatan-perbuatan yang asusila. Ini adalah hasil langsung dari kehidupan najis dari pemimpin-pemimpin agama yang membuat ayah saya berhenti untuk pergi ke mesjid bersama dengan para orang-orang Muslim yang pergi sembahyang tiap hari Jwnat siang dan memelihara secara bersama iden­titas mereka. Seorang penganut ilmu kebatinan Man­soor, pada siapa ayah menaruh kekaguman besar, hidup pada abad kesepuluh. la dibunuh secara biadab di Baghdad. Menurut orang-orang Muslim Ortodoks, ia adalah seorang bidad yang menghina Tuhan. Ia mengucapkan kata-kata: "Ana Haqq" atau "saya benar". Ini adalah suatu doktrin untuk mendewakan seseorang. Ia telah mencapai yang paling tinggi dalam mistik. Penyatuan sempurna dengan Allah. Tetapi setiap perbedaan yang kurang jelas antara Allah, kenyataan dan manusia yang diciptakan tidak dapat di­terima oleh Muslim Ortodoks. Ayah saya yang menganggap diri sendiri sebagai seorang mistik, mungkin tidak pernah melihat problema ini. Bagi dia kata-kata pepatah dari suatu ayat Persia, menyatakan pengertiannya tentang hubungan Allah dan manusia: "Manusia dari Allah tidak akan pernah utuh menjadi Allah tetapi mereka juga tidak akan pernah terpisah dari Allah".

Sepertinya saya juga telah merefleksikan kata-kata dan ide-ide ayah saya, itu yang menjadikan saya seperti dia. Saya juga bisa menjadi seorang mistik, mungkin dengan jalan ini saya dapat menemui damai yang saya butuhkan.

Telah saya katakan sebelumnya, di dalam dunia Islam pada abad kedelapan dan sembilan, manusia yang saleh dan mencari kebidupan penuh damai disebut orang Sufi . Banyak yang mereka tiru dan orang-orang Kristen yang bertapa dan berpenetrasi di Asia Teng­gara. Untuk orang-orang Sufi, ketaatan yang diperin­tah oleh Islam menjadi kode Ekstren, dan tingkah laku manusia terpenting adalah respon dari hati manusia kepada Allah yang Maha Pengasih. Mereka percaya dalam suatu pengalaman dengan Tuhan. Tentu se­muanya menurut pemikiran saya dan ini yang akan saya pilih di atas segala-galanya. Sudah jelas bahwa saya memerlukan pertolongan. Pene1itian saya mem­bawa saya kemana saja.

Konsekwensinya saya harus mengbabiskan bermalam­-malam tak tertidur di berbagai ranjang dan mengolah dengan banyak teman- teman "orang-orang suci" atau allah-allah manusia, namun saya semakin kecewa. Mungkin juga, bahwa ini adalah salah satu dari kebi­asaan saya ketika latihan di angkatan bersenjata, maka saya menjadi skeptis. Jikalau saya memperincikan kehidupan mereka masing-masing, mereka selalu berkata bahwa mereka adalah orang- orang penilai kebenaran, mereka menyatakan bahwa mereka salah dibimbing. Saya mendapatkan bahwa mereka terlibat dalam kejahatan, yang membuat saya malu untuk menceritakannya. Tatkala saya menyelidiki cara-cara kehidupan dari Murchids atau penunjuk jalan bagi orang-orang Sufi, sekali lagi saya disakiti. Ketika petani-petani mereka kelaparan, mereka sibuk dengan hiburan memelihara anjing-anjing impor dari Rusia. Petani-petani mereka bekerja di ladang dan tidak bisa memberi makan anak-anaknya, tetapi anjing- anjing mereka menjadi gemuk karena mereka dapat dua kali daging segar setiap hari. Memikirkan kemerosotan seperti itu membawa saya ke dalam kelumpuhan piki­ran.

Bagaimanapun juga saya tidak gampang menyerah. Saya pergi jauh untuk menemui satu grup siswa Mus­lim yang memakai ganja, musik dan tari-tarian untuk meningkatkan keadaan mistik untuk mendengarkan hati Allah, tetapi ini membuktikan bahwa semuanya adalah latihan sia-sia dan saya tidak beruntung apapun juga, Malahan bertambah lebih bingung. Penelitian saya untuk mencari kedamaian berakhir pada kekece­waan. Dalam keadaan putus asa saya ingat kata-kata pertama dari Al Qur'an : "Tunjukkilah pada kami jalan yang benar, jalan untuk mereka kepada siapa Eugkau melimpahkan kemurahan-Mu. Tidak untuk siapa kemurkaan dijatuhkan atau mereka yang tersesat.

"Jalan Kebenaran" (Sirat) total diartikan sebagai ke­imanan Islam. Juga nama untuk jembatan yang sempit di mana Islam percaya bahwa ia dibangunkan di atas mulut neraka. Orang-orang mu'min Islam bisa menye­berang dengan selamat, tetapi yang lain akan jatuh ke dalam api.

Hilang segala kepercayaan "menjadi lelaki", saya rasa ada suatu jalan keluar dan membebaskan saya dari neraka diri saya sendiri dan saya minta kepada Allah untuk menunjukkan jalan kepada saya dalam kehidu­pan ini. Saya belajar untuk bangun pagi dan mulai secara serius memohon kepada Tuhan untuk menuntun saya. Dari batin saya yang terdalam, jeritan meminta tolong rohani saya naik: Oh, Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak mungkin aku menyangkali keberadaan-Mu, setiap urat darah halusku dan serat tubuhku adalah manifestasi dari kemuliaan-Mu. Segala ciptaan adalah konsentrasi dari keberadaan-Mu. Aku mengakui keberadaan-Mu. Jiwaku menegaskan keberadaan-Mu, aku mengaku bahwa Engkau yang menciptakan aku dan semua manusia. Meniru penghargaan pemimpin-­pemimpin agama dan mengikuti nasihat-nasihat de­struktif, aku telah menindas yang Engkau ciptakan. Kejahatanku menyatakan bahwa neraka adalah bagianku dari-Mu. Ya Tuhan yang akan mengadili orang-orang berdosa. Saya tidak percaya pada suatu agama atau seruan dari dunia ini. Oh, Tuhanku, tunjukilah jalan yang benar, agar supaya aku boleh melihat Engkau. Aku men­derita, .oh Tuhan, aku butuh ketenangan untuk batinku dan tidak menemuinya. Tolonglah aku, Tuhan am­punilah aku. Amin".

Saya tidak ingat lagi tanggal itu, tetapi sekitar jam tiga atau empat pagi dan saya bersembahyang seperti bi­asa. Saya mencucurkan air mata dalam keadaan pahit dan sangat sedih. Saya berada di ruangan tunggu dari sebuah terminal kereta api pada saat saya mengucapkean doa saya ini. Tiba-tiba saya insaf ada seseorang yang datang dari belakang, menaruh tangannya secara kasih di bahu saya, lalu berkata:

.. Cukuplah kasih karuniaKu bagimu.. .. (2 Kor. 12 : 9).

Kalimat ini diulangi tiga kali, lalu saya merasa seperti ada listrik yang masuk ke dalam tubuh saya. Beban di dalam watak saya menjadi ringan. Sepertinya ada sesuatu yang menyegarkan dan yang meriangkan kegembiraan yang luar biasa dengan tak diduga-duga dalam diri saya. Saya merasa ringan dan hanya bisa menyatakan sebagai persatuan dengan Tuhan. Tidak sesuatupun yang bisa menceraikan saya. Pengertian pengampunan dan perdamaian adalah kenyataan yang benar. Saya mulai mengulangi kata-kata dari Tuhan dan membayangkannya dengan terpesona. Saya belum pernah mengalami suatu perasaan kebahagiaan dan kegembiraan dahulu. Memang sangat menyenangkan.

Seorang pegawai kcreta api sedang membersihkan bawah bangku saya dimana saya sedang tidur, dan ketika ia melihat kegembiraan saya, ia berhenti dan bertanya kepada saya apakah saya Seorang Kristen. Ketika saya menggelengkan kepala saya, ia heran dan berkata: "mengapa engkau berkata berulang-ulang; cukuplah kasih karuniaKu bagimumu?”

Saya menjawab.:

"Saya tidak tahu mengapa saya men­gulangi kata-kata ini. Yang saya tahu bahwa ada seseorang yang telah mengatakannya kepada saya dan memperlihatkan beberapa laporan tentang kejahatan saya. Tetapi dengan satu usapan tangan-Nya. Dia mem­bersihkan semua catatan itu dengan bersih sekali. Sejak saat itu saya merasa seperti orang yang baru. Segala beban diangkat dari hati saya. Hati saya ingin menyanyi sekeras-kerasnya..

" Anakku, engkau harus berterima kasih untuk pen­galaman ini". Ia katakan kepada saya, "Yang Esa yang datang padamu ialah Tuhan Yesus Kristus. Ia berkata­-kata ini kepada Rasul Paulus. Saya tidak ingat persis di mana, tetapi yang saya tahu ialah bahwa semuanya itu tertulis di Perjanjian Baru. Tuhan Yesus mau supaya engkau menjadi hamba-Nya". .

"Bagaimana pak, apakah saya bisa menjadi hamba-Nya '?".

"Dibaptis dalam nama Yesus Kristus dan segera mengikuti-Nya."

Ceritakan pada saya secara persis apa yang harus saya perbuat pak. Saya telah menemui titik kembali dalam kehidupan saya" .

"Anakku, saya tidak tahu lebih banyak. Saya hanya tahu bahwa jika engkau pergi dari sini ke Isanagri, di sana ada seorang Pendeta, mereka namakan dia Pendeta Inayat Rumal Shah. ia akan menolong engkau" .

Orang tua ini menaruh sapunya dan mendekati saya, matanya penuh dengan air mata. Saya peluk dia, menggenggam dia benar-benar dalam lengan-lengan saya. kami berdua menangis bebas dan melepaskan emosi terdalam kami. Pada saat yang singkat saya bertanya kepada diri saya sendiri, apakah mungkin dia adalah ayah dari anak perempuan kecil itu, yang saya dan rekan-rekan saya mau membunuh ? Saya tidak bisa mengembangkan pikiran itu. Saya sangat terharu karena lelaki yang berada dan dianggap terendah dari segala tingkat masyarakat, penyapu-penyapu, harus berada di situ untuk menunjukkan langkah saya berikutnya. Adalah tidak sulit melihat mengapa banyak dari mereka menerima Injil dari Yesus Kristus. Di dalam Dia, mereka menemukan identitas yang benar. Menyadari bahwa mereka adalah ciptaan Tuhan menurut gambar-Nya, bahwa mereka adalah anak-anak Allah, mereka menerima martabat yang baru dan dihargai. Saya sangat bahagia diiden­tifikasikan bersama mereka.

Dengan perkataan "Cukuplah kasih karuniaKu bagimu " masih berbunyi dalam telinga dan hati saya penuh dengan kegembiraan saya naik kereta api ke Isanagri. Kcrusuhan telah hilang. Sekarang damai yang memerintah. Betapa besar kebahagiaan itu, ham­pir membanjiri saya. Pemikiran saya tidak bisa menerima semuanya. Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan saya dari kematian jasmani; menjaga saya dalam kesakitan saya, memperlihatkan kepada saya pengorbanan-Nya dan menyatakan segala kecuku­pan karunia-Nya, telah menaklukkan hati saya. Ia telah menang. Saya tidak lagi mengeluyur tanpa tujuan di dunia, mencari maksud dan arti yang mengelakkan saya. Saya sekarang menemui arti yang benar dan maksud tujuan hidup saya. Saya telah menemui Dia yang memberi damai-Nya dan mendamaikan saya dengan Dia. Ia adalah kepunyaanku dan saya adalah kepunyaan-Nya.

BERZIARAH

Jiwa saya telah dibebaskan dari keputusasaan dan patah hati yang menggelapkannya. Hati saya meluap dengan kegembiraan pada saat saya turun dari kereta api di desa Isanagari di wilayah Faisalabad dan bertemu dengan pendeta Inayat Rumal Shah. Ia men­yambut saya dengan ramah dan menawarkan saya untuk tinggal di rumahnya. Setelah makan ia tersenyum dan bertanya : "Nah, tuan, mengapa anda mau menjadi seorang Kristen?"

Ia tidak tabu mengenai latar belakang kehidupan saya dan kerinduan saya yang dalam untuk memperoleh damai, yang telah terjadi secara ajaib dan me­muaskan, itu hanya kebetulan: Tetapi bukan saya yang memilih Kristus atau kekristenan. Maka bukan suatu pertanyaan mengapa saya menjadi Kristen. Yesus Kristus yang memilib saya;- Saya tidak bennaksud untuk menyinggung perasaan Pendeta, mandat saya jawab : Sesorang yang mengatakan kepada saya. Sekitar jam tiga atau empat pagi hari ini, Yesus Kristus menemui saya dan berkata : "Cukuplah kasib karuniaKu bagimu...

Di tembok tergantung sebuah lukisan dimana Yesus disalibkan: Pendeta Shah memegang tangan saya dan dengan tangan yang satunya lagi ia menunjuk ke lukisan itu. (Apakah itu Yesus Kristus yang sama dengan yang telah berbicara pada saya? Saya dengar Pendeta Shah berkata: "Manusia telah meram­pok nyawa Kristus, dan jubah-Nya juga. Ia ditelan­jangi, dipukul dan disalibkan di kayu salib ! Apa yang bisa Ia berikan pada anda?". Saya tahu maksud per­tanyaan itu akan menyinggung saya jika saya berada dalam kondisi watak yang berbeda. Namun saat ini saya tidak inginkan apapun kecuali perdamaian den­gan-Nya. Keselamatan yang saya cari, dan saya akan memperolehnya. Jika saya seorang congkak saya akan marah dan tersinggung, saya juga boleh memikirkan akan disambut dengan ramah. Tetapi seluruh situasi ini masih baru bagi saya dan membanjiri saya. Maka emosi-emosi seperti ini tidak terdapat lagi dalam hati saya yang kini telah dipenuhi dengan kebahagiaan. Saya tidak tahu lagi, tapi saya harus cepat mene­mukan mengapa orang yang menyelidiki kekristenan atau yang berminat untuk menjadi Kristen disambut dengan kecurigaan. Apakah kebanyakan orang men­jadi orang Kristen karena tertarik oleh kebaikan pekabar-pekabar lnjil yang bisa memberi pendidikan sekolah yang baik, makanan dan tempat perlindun­gan. Tidak mengherankan babwa kebanyakan orang­-orang Hindu yang berubah agamanya dan menjadi orang Kristen, datang dari tingkat penyapu-penyapu yang miskin dan yang termiskin Tetapi jangan cepat mengambil kesimpulan bahwa semua yang berubah agamanya hanya karena keuntung dan ma­terial. Seperti yang saya yang mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan yang sedalam-dalamnya dalam kekristenan Untuk mereka; benarlah kata-­kata berikut ini :

Tidak satu dalam tanganku yang kubawa,
Hanya pada salib-Mu kuberpegang
Sucikan aku Juru Selamatku
Atau aku mati

Pada pertanyaan itu saya hanya bisa menjawab: "Jangan berkata bahwa Kristus tidak sanggup menolong dan tidak mampu memberikan sesuatu kepada saya. Ia telah memberikan kepada saya segala-galanya. Ia telah membuat saya menjadi baru dan memberi kedamaian dalam pikiran saya".

"Baik." katanya. "satu-satunya yang saya bisa perbuat untuk anda ialah mengirim anda kepada seorang penginjil. teman saya di Gojra ia bisa menolong anda".

Saya tidak mau menerima begitu saja dan saya tidak mengharapkan hal itu. Jalan raya itu begitu panjang dan sepi. Beberapa menit kemudian Pendeta Shah memberikan sepucuk surat dan uang supaya saya bisa berangkat dengan bis ke Gojra. Betapa sial awal dari ziarah saya tetapi saya tidak kecil hati dan putus asa. Keimanan saya yang baru ini berarti banyak bagi saya. Pada akhimya saya telah memperoleh harta benda dan tidak satupun yang akan merampoknya dari saya.

Saya sampai di Gojra pada siang hari dan bertemu dengan pendeta R.W.F. Wooton. Sekarang saya pikir bahwa saya adalah seorang bodoh dan jalan ke depan tidak akan menjadi gampang. Pendeta Wooton berkata bahwa mereka mulanya akan mengetes ke­cerdasan-kecerdasan dan keinginan saya untuk menjadi seorang Kristen dan keputusan untuk dibaptis. Saya senang dan setuju. Baptisan adalah langkah pertama. Tetapi itu bukan sesuatu yang terjadi pada seseorang dalam. masa pendidikan atau peristiwa biasa. Berarti itu adalah suatu hubungan dengan Kristus dan Injil Kerajaan Al­lah. Suatu kehidupan baru yang keseluruhan dan semuanya penilaian terbuka sebelum mual1af. Dalam suatu negara yang tidak bersejarah kekristenan, perubahan tak dapat dihindarkan dan diliputi pengembangan dan di persimpangan batas-batas kul­tural. Untuk beberapa orang. ini bisa menjadi suatu pengalaman yang menyakitkan. Pembaptisan tidak boleh dianggap enteng. Untuk menjadi seorang Kristen di negara Islam. sama dengan melakukan penghianatan. Orang-orang Islam yang berbalik menjadi Kristen, melepaskan "hak-hak istimewa seorang Muslim dari negara Muslim". Di beberapa negara Islam merubah agama adalah mengeluarkan diri dari perlindungan undang-undang. Orang-orang yang sedemikian tidak bisa mencari keadilan di pengadilan-pengadilan jikalau milik mereka dirusakkan atau keluarga mereka dianiaya.

lni adalah suatu hal yang luar biasa untuk muallaf Kristen dengan dasar Islam. akan hilang nyawanya. Tetapi saya bergembira karena saya akan diuji. DaIam proses itu mereka dan saya akan mengetahui isi pokok yang benar dari kesetiaan saya.

Pendeta Wooton berusaha supaya saya menempati ruang tamu. Perabot yang ada di ruangan itu ialah satu ranjang yang tua dan reyot dengan satu selimut. Jika saya memakai selimut, rasa panasnya mengganggu saya; jika saya buka selimut maka nyamuk menghisap darah saya. Tidak ada yang memikirkan untuk makanan saya. Jika saya diberi sesuatu, saya makan, jika tak ada seseorang yang memikirkan saya, saya kelaparan.

Pada suatu itu kejadian tidak satupun yang memikirkan makanan saya selama tiga hari! Dua hari yang per­tama, saya melakukan penyelamatan diri dengan menggunakan waktu untuk berdoa. Tetapi pada hari ketiga saya sudah lemah, maka, saya tidur. Pendeta Wooton sedang pergi dari rumah missi dan pada saat ia kembali, ia masuk ke ruangan saya yang gelap.

"Apakah engkau sakit, saudara ?" ia bertanya.

"Tidak, saya tidak sakit, " jawab saya dengan pelan.

"Dan mengapakah engkau begitu Jemah? Apakah engkau tidak dapat makan ?"

Saya menganggukkan kepala, kemudian ia bertanya : "Sudah berapa lama?" Tidak ada lagi kekuatan dalam tubuh saya, dan saya berusaha mencegah air mata yang jatuh dari mala saya. Saya menunjukkan dengan jari saya, bahwa saya sudah tiga ban tidak makan.Ia sangat kecewa mendengar berita ini, dan ia berusaha menghibur saya. Ia berkata: "Orang-orang macam apa yang ada di sini?". betapa buruk dan kasal'! Apakah tidak ada satupun manusia di sini yang memikirkan engkau atau menanyakan rentang makanan selama saya beper­gian?" .

Saya menjawab: "Tidak apa-apa pak. Saya kira ini adalah suatu bagian dari ujian terhadap saya, maka saya tidak mcnanyakan pada siapa-siapa, saya pun tidak keluar dari ruangan ini. karena orang-orang berbisik-bisik yang tidak tidak enak bagi saya. Satu dari mereka berkata bahwa saya hanya mau menjadi Kris­ten, karena saya mau menemui seorang gadis untuk menikah dengan dia, Yang lain berkata bahwa saya mau mencari pekerjaan sebagai hamba missi. Dan yang lain lagi berkata bahwa saya hanya mau uang. Saya dengar semuanya tapi saya tidak berkata apa­-apa..'

"Orang-orang dari missi telah berbuat kasar terhadap saya sejak awalnya. Bagi mereka, saya diang­gap sebagai. Seorang pengacau. Posisi untuk bekerja sebagai missi itu adalah milik mereka. Maka mereka tidak punya waktu untuk saya.

Pada mulanya saya lebih merasa kasihan terhadap orang-orang Kristen ini daripada merasa disakiti atau marah. Mungkin mereka adalah orang-orang tersedih dari masyarakat. Hidup di tempat para misonari dan terpisah dari keluarganya scndiri. Mereka bersaing satu sama lain untuk memperoleh kekaguman dari para misionari, dan hal seperti ini hanya mcnimbulkan sikap hipokrit, dari pada satu ketulusan. Malahan menyambut dan menyelidiki orang yang datang untuk mcncari cita-cita tertinggi dari suatu kehidupan yang penuh arti. Mereka cenderung memandang dan menganggap orang lain sebagai saingan. Mereka merasa berkepentingan dalam pengorbanan orang yang diselidiki itu. Mereka mencari sesuat untuk menyenangkan misionaris daripada menyenangkan hati Tuhan yang mereka imani. Saya hanya seorang' korban dari sikap yang demikian: Pendera Wooton bagaimanapun juga, menunjuk­an banyak murah hati. Ia membawa saya ke rumahnya dan memberi perintah kepada pelayannya agar memasakkan makanan untuk saya. Jika dia ada atau tidak, saya tidak pernah lagi tidak mendapat makanan, tapi hubungan di missi tidak berubah. Sikap mereka menjadi tak tertahan lagi. Dan sebagai hasil dari segala-galanya saya memohon pada pen­deta Wooton untuk membuat rencana bagi saya, Supaya saya bisa tinggal di asrama missi. Selama waktu itu, saya tidak pernah cerita kepada pendeta Wooton tentang diri saya. yang lalu merupakan hal yang tidak penting. Saya tidak mau kalau mereka mengetahui tentang latar belakang saya yang kaya itu atau saya bekas perwira RAF untuk mempengaruhi sikapnya kepada saya. la memberikan usul supaya saya menjadi penjaga keamanan atau penjaga malam. Saya setuju dan senang dengan usu1 itu, karena saya tidak mau, menjadi beban bagi orang lain. Sekolah dan asrama di Gojra ditutup selama bulan Juni. Konsekwensinya rencana-rencana bagi saya dipercayakan pada seorang Kristen yang saleh. Namanya adalah Sewak Boota Masih. Saya sangat beruntung bekerja sama di samping orang sep­erti dia. Ia adalah seorang pesuruh di sekolah dan asrama putri. Upahnya sangat kecil, tetapi ia menolong orang-orang seperti saya. "

Boota Masih hanya bisa baca bahasa Gunnukhi (tuli­san Punjabi, bahasa suku bangsa Sikhs). Persa­habatannya menjadi dasar dari kerohanian saya. Semuanya itu adalah dari dia, bahwa saya mempelajari keimanan yang benar dari kepercayaan Kristen dan apa yang berarti dari kehidupan seorang Kristen. Berdoa adalah bagian terpenting bagi kehidupannya. Boleh dikatakan bahwa kehidupan doa adalah salah satu dari ibadahnya. Kami bersama memakai seluruh malam untuk berdoa. Saya ingat, suatu malam se­belum saya pergi bertugas, kami berdua berdoa den­gan begitu khusuk sehingga waktu untuk jaga telah lewat tanpa kami sadari. Dalam kekaguman saya pada hari berikutnya, orang mengatakan pada saya bahwa mereka melihat saya empat kali pada Malam itu. Mereka heran, bahwa saya bisa begitu giat dengan tugas jaga saya. Saya sadar bahwa yang terjadi itu adalah suatu kejaiban. Kami sedang berdoa, Yesus Kristus telah menjalankan tugas saya. Hati saya gembira dalam Juru S’lamat saya karena Ia membuat sesuatu yang nyata pada saya. Akhir September 1949. saya diberi tahu bahwa saya akan dibaptis pada tanggal 2. Oktober. pada pertemuan pertama dari musyawarah Gojra. Beberapa pertanyaan telah ditarub di depan saya untuk menge­tahui seberapa dalam pengertian saya dengan langkah yang saya ambil. Salah satu dari mereka ingin mengetahui tentang jumlah buku-buku Kristen yang telah saya baca. Saya senang ketika berkata bahwa saya telah membaca hampir semua buku-buku Urdu dari pendeta Wooton, termasuk beberapa buku bahasa Inggris.

Pada suatu malam tanggal 30 September. saya sedang berdoa. Tuhan berbisik dalam hati saya. bahwa saya tidak jujur kepada pendeta Wooton. Buktinya. saya tidak menceritakan apa yang tela terjadi dan saya menyembunyikan sesuatu. Ini adalah suatu ketakutan yang memperdayakan dan merupakan suatu hambatan dalam penumbuhan dan kemajuan rohani saya. Saya tidak bisa tenang setelah menerima wahyu ini. Saya berdiri pada tengah malam. lalu pergi ke rumah pen­deta Wooton. Saya harus mencurahkan seluruh isi hati saya dan bercerita tentang segala sesuatu yang telah terjadi dalam kehidupan saya. la senang dengan keterbukaan dan kejujuran saya, dan kami mempunyai waktu yang baik untuk berdoa. Baptisan saya dilakukan pada tanggal 2 Oktober. Adalah suatu kegembiraan yang besar untuk menerima baptisan dan mengikuti contoh dari Tuhan Yesus. Saya sekarang telah menjadi bagian yang nyata dari persekutuan Kristen. Dan sebagai tanda hutang budi saya kepada teman yang begitu sederhana itu dan per­sahabatannya yang mempunyai nilai yang begitu besar bagi saya. saya mengambil nama Ghulam yang berarti "hamba" sebagai nama baptisan dan nama Masih dari Mesiah atau Kristus, supaya mengekspresikan pengu­capan baru. "Hamba dari Yesus Kristus..

Selama dua minggu berikutnya saya hidup dalam kebahagiaan besar. Pengertian tentang Kristus dan menjadi milik Kristus serta persababatan dengan orang-orang Kristen mengangkat saya ke planet lain. Tuhan Yesus adalah kenyataan bagi saya. Kepastian untuk melayani Dia seumur hidup saya yang sisa ini bertumbuh setiap hari dengan kuat dan hebat. Saya benar-benar merasakan kemurahan Tuhan berada di atas saya dan tahu apa artinya di­kasihi oleh Sang Pencipta dan merasakan kasih yang mau mendengarkan dan menggemparkan batin saya. walaupun saya tidak layak.

Tetapi, tidak lama kemudian saya tahu apa artinya melalui penempaan dalam api. Situasi di luar saya berubah sama sekaIi. Itu terjadi ketika pada suatu hari ladang missi ini ditinggalkan oleh Pendeta Wooton, Charan Dass kepala dari asrama putra, dan Pendeta B.M. Augustine yang membaptiskan saya. Saya mem­baca surat dan mengetahui bahwa mereka semua pergi ke Lahore untuk rapat. Saya tinggal sendirian ketika saya berhadapan muka dengan seorang paman dari pihak ibu dan dengan seorang kakak lelaki yang baru tiba di sana pada hari itu, untuk menemui saya.

Di kebanyakan negara-negara Timur, kata "keluarga", bukan hanya ayah, ibu. kakak perempuan dan kakak lelaki saja, tetapi paman, bibi dan keponakan dari kedua belah pihak dari keturunan lelaki dan perem­puan. Mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab satu terhadap yang lain. Hubungan yang baik dian­tara mereka adalah penting, di dalam membentuk nasib seseorang. Saya tidak dapat mengabaikan mereka tanpa saya dihukum, hampir tidak mungkin bagi saya untuk memproklamasikan kemerdekaan saya dari mereka. Mereka punya kekayaan, kuasa dan pe ngaruh. Pamanku memberikan dua pilihan:

  1. Saya harus segera pergi dengan mereka tanpa seorangpun yang tahu.

  2. Sebuah ancaman kalau saya menolak untuk pergi dengan mereka, maka mereka akan pergi ke kota dan mengumumkan pertobatan saya secara terbuka.

Ini akan membuat penduduk marah dan akan menganiaya saya dan orang-orang Kristen di Gojra. Keberadaan keluarga Kristen baru saya dipertaruhkan kalau saya tidak mengikuti apa yang mereka tuntut. Saya tidak dapat membiarkan orang Kristen disakiti. Walaupun dalam hati saya sangat marah dan sedikit tidak pasti bagaimana saya harus mengatasi krisis ini dalam perjalanan awal kehidupan Kristen saya. Saya teringat pada siapa saya harus menyerahkan nyawa saya. Adalah tawaran dari Guru Agung saya, yang saya ingin taati dan tidak ada yang lain. Kehendak Dia adalah kekuatan yang membimbing hidup saya, karena itu saya berkata kepada paman, "Saya akan bertanya kepada Guru Agung saya,". Saya menutup pintu kamar saya dan berdoa pada Tuhan apa yang harus saya lakukan. Saya tidak ragu-ragu, Tuhan berkata kepada saya, "Ada lebih banyak lagi duri-duri penghalang yang harus kamu atasi. kalau kamu mau mengikuti Aku. pergi1ah dengan mereka, karena di rumahlah tempat pertama dimana kamu harus mulai bekerja dan bersaksi. Kamu hams berdiri sebagai saksiKu pertama di Yerusalem kemudian di Yudea, Samaria dan kemudian diseluruh dunia. "Betapa menakjubkan bahwa saya telah menerima pengutusan seperti yang diterima murid- murid Kristus dalam Kisah Rasul. Saya kembali dan berkata bahwa saya siap ikut dengan mereka. Saya tidak takut mempercayakan diriku kepada mereka, karena saya tahu tawaran siapakah yang saya ikuti, dan saya tahu tangan siapakah yang menopang saya. Dengan demikian saya menemani mereka ke Lyallpur yang sekarang disebut Faisalabad.

KELUPUTAN YANG AJAIB

Perubahan saya memberi ketenangan pada watak saya serta tujuan dan pengertian bagi kehidupan saya. Alangkah bedanya perubahan ini dengan keadaan saya dahulu bersama keluarga saya. Sayang sekali bahwa semuanya ini tidak mempunyai arti bagi mereka. Mereka hanya mempunyai satu keinginan: membuat saya meninggalkan kekristenan dan men­jadikan saya seorang Muslim yang baik pula. Perubahan saya adalah satu celaan bagi mereka dan mereka tak mengizinkan saya menjadi sedemikian. Orang­orang setingkat mereka tidak boleb mentoleransibn seorang Kristen dalam keluarganya. Hanya yang miskin dari termiskin yang boleh berubah menjadi Kristen, mereka tahu bahwa saya tidak akan ragu untuk bercampur secara sosial dengan orang-orang seperti itu. Ini adalah suatu tindakan yang me­malukan dan tidak tertahankan. Kehormatan keluarga saya telah di singgung. Saya ingat diceri­takan oleh salah satu dari kemenakan saya yang perempuan bahwa karena perubahan saya, banyak dari peminang-peminangnya pergi. Apa yang telah saya perbuat membawa akibat-akibat yang menyusahkan bagi saya. Sepanjang mereka merasa bisa mempengaruhi saya, saya harus diyakinkan tentang kejahatan saya. Untuk mereka, Islam adalah suatu agama yang agung dan mulia. Bagaimana saya bisa menukar itu dengan kekristenan ? Hanya ada satu Allah yang benar dan Muhammad adalah utusan-Nya. Ini dipompakan berulang-ulang dalam telinga setiap anak Muslim pada awal kehidupannya. Tetapi di sini pula saya memprok­lamasikan bahwa Yesus Kristus bukan hanya Rasul seperti rasul-rasul lain, tetapi Ia adalah Anak Allah. Itu merupakan suatu penghujatan bagi keluarga saya karena bagi mereka, Allah tidak mempunyai Anak. Sejak Islam memberi gambaran, mempunyai anak adalah suatu keadaan jasmani, pengakuan ini merupakan suatu pelanggaran, maka konsep ini merupakan kisah di luar Islam. Salah satu teman nabi Muhammad bernama Abu Harera, "Bapak dari kucing-kucing", karena ia sangat mencintai bi­natang-binatang ini. Paman dari Muhammad di­panggil Abu Jihad, "Bapak dari segala kebebalan". karena ia tidak menerima Muhammad sebagai rasul. Maka "Ke-Bapak-an" ini dipakai untuk menjauhkan segala konsep total yang menjauhkan dari segala hubungan jasmani. Sama seperti "Ke-Anak-an" dari Kristus.

Sering sekali manusia menolak segala sesuatu sebagai O1uong kosong karena mereka [idak mengerti. Karena banyak tantangan dan resikonya. Jika seorang Muslim mengakui Yesus sebagai Anak Allah maka berarti bahwa Muhammad sebagai rasul Allah dan Wahyu dalam AI Qur'an mengambil tempat yang kedua dari­ pada yang satu yaitu, Anak Allah, Dia yang memberi wahyu sepenuhnya dari Allah kepada manusia. Orang­ orang Muslimin in; percaya bahwa berbuat baik dalam kehidupan ini akan memperoleh pengampunan dosa­-dosa dan kebahagiaan datam dalam kehidupan berikut­nya. Tetapi merasakan bahwa dosa-dosa saya sudah diampuni saat ini, maka saya bisa memberikan selu­ruh hidup saya kepada Allah dan membiarkan Dia untuk mengatur saya ke arah yang diinginkan-Nya. Untuk keluarga saya. saya telah menjadi seorang kafir dan mereka tidak akan membiarkan saya sedemikian. Sesudah saya kembali ke rumah, saya dipaksa untuk memakan makanan saya di jalanan.

Namun, saya berterima kasih dan makan tanpa ber­sungut-sungut. Tekanan dari keluarga saya memberi saya kesempatan untuk bersaksi seeara terbuka ten­tang Tuhan saya. Tidak ada perubahan atas usahanya untuk membuat saya berbalik. Paman saya membawa saya ke desanya di Sheikupura.Guro-guna agama dicari dan dibawa kerumah untuk berbicara dengan saya. Seorang Maulvi yang baru dilatih berhenti setelah memberi pernyataan sakit. sebelum ia pergi dalam keadaan putus asa. Enam minggu pertemuan dengan para Maulvis membuktikan kesia-siaan. Pada saat itu saya mengambil keputusan untuk bertemu dengan Sayyed Ata Ullah, Shah Bakbari (keturunan dari rasul Muhammad) yang akan mengunjungi Seikhupura pada saat itu. Pada jam yang telah dijanjikan, saya di antar ke hadapan­nya. Bagaimana pun juga ia malah bertentangan dengan saya dan mengusahakan agar saya berbalik dari kekristenan, ia tertawa dengan sekeras-kerasnya dan dengan nada mengejek ia berkata: "Jadi, engkau telah menjadi seorang Kristen ?"

"Ya”, jawab saya, pada saat itu terjadi keheningan yang aneh. "Silahkan teruskanlah, dan berkatalah lebih banyak, "kata saya, dengan nada suara penuh hormat dan jengkel "Apalagi yang saya bisa katakan?" jawab Shah dengan nada rendah. .

"Mungkin anda bisa memberi lebih banyak nasehat dan bimbingan, " kata saya, ingin tahu apa yang ia mau katakan kepada seorang lelaki yang kelihatan hendak melakuan perubahan, jika dibujuk cukup kuat.

"Bimbingan apa yang anda mau, hanya ada sacu alasan mengapa dan untuk siapa yang masuk Kristen seperti anda," ia membalas.

Saya tahu bahwa ia sedang. berpikir dan menghubungkan pembahansannya dengan keinginan untuk menikah dengan seorang gadis Kristen. Saya tidak bisa menahan kemarahan saya, lalu bertanya, untuk mengizinkan saya berbicara: "Shah yang terhormat. saya datang untuk mendengar anda. karena keluarga saya mempunyai harapan besar. kalau anda akan mem­bimbing saya ke "jalan yang benar". tapi saya tidak mendapatkan yang demikian dari anda. Terlebih, saya ingin mengatakan bahwa seks dan agama adalah dua hal yang sangat berbeda, dan setiap manusia yang menukar atau menerima agama hanya karena seks adalah tolol. Saya juga ingin memberitahukan bahwa jika saya seorang Muslim. saya mempunyai hak untuk memperoleh empat orang istri. Lebih dadri itu saya bisa mengurus. Jikakau saya mati saya bisa mengharapkan memperoleh tujuh puluh dua istri di surga. Tetapi agama dan keimanan adalah lebih penting dari pada pertimbangan-pertimbangan duniawi. Mereka tidak bisa beranggapan hanya karena seks. Anda menuduh saya dengan mengatakan karena seks dan pernika­han yang menjadi dasar dari keimanan saya. Yang batu ini. Tetapi dari segalanya, saya akan mempunyai prospek yang lebih baik dengan kedua hal ini. jika saya berbalik menjadi Muslim lagi. Argu­mentasi anda kurang berbobot.

Ledakan saya menyebabkan Shah kehilangan kontrol dan meraung dalam kemarahan; .. Diam, engkau sakit buat-buatan. orang kasar!".

Saya berkata tanpa perlawanan: .. Shah yang terhormat, "tidak ada alasan untuk menjadi marah, marilah kita bermusyawarah bersama- sama. ..

"Buang dia dari tangga!" teriak Sbah. Perasaan kakak saya seperti dibangunkan. .. Saya melarang anda untuk meletakkan satu jaripun kepadanya. Jika semuanya begitu sederhana. pukullah dia. keluarga akan melak­sanakan sedemikian." kakak saya menjawab.

Setelah kejadian yang tidak menyenangkan ini, paman dan kakak mulai yakin babwa saya tidak gampang dibujuk untuk melepaskan diri dari keimanan saya yang baru itu. Mereka memutuskan untuk mengirim saya ke Lahore. Hussain Ali keluarga paman saya, batangkali mempunyai pengaruh dalam hal ini. Ia telah mendiskusikan hal itu, sambil saya berdiri den­gan paman, cara yang selaln saya pakai jika saya bertemu dengan seorang pendeta. Kapten Isaac dari Bala Keselamatan. pada Malam itu ada di desa tetangga untuk berdoa. Ini tidak diperbolehkkan untuk diteruskan. Pada saat saya di Lahore. keluarga saya tida berbuat atau mengatakan apapun di depan umum mengenai perubahan saya. hal mana akan diketahui oleh keluarga yang lain. Selama waktu ini. saya dapat melanjutkan hubungan dengan pendeta Wooton melalui pos, dan pada suatu hari seorang yang bernama Douglas dari missi berusaha untuk menemui saya. Ia telah mencari saya dengan nama Kristen saya, Ghulam Masih, tentu saja tidak satupun yang mengenal saya dengan nama itu. Pada saat saya melihat dia berdiri di tengah pasar, saya mendekati dia dan berkata: "Saya Ghulam Masih". Ia bertanya bagaimana keadaan. saya dan pergi Tetapi berita pertemuan ini diketahui oleh kakak saya, Dia dan beberapa temannya memutuskan bahwa saat untuk bertindak seeara gaoas telah dba. Mereb akan menyelesaikan soal yang memalukan ini sekarang dan untuk selama-lamanya. Lahore dipilih untuk tempat terjadinya karena sungai Ravi mengalir di daerah itu. Arti nama sungai ini ialah "menyapu orang ke dalam arus searah" dan mengakhiri kehidupan duniawi mereka. Mayat-mayat yang dibuang kedalamnya dibawa acus sampai jauh ke bawah. Sungai Ravi tdah melaksanakan tugas itu bertahun-tahun. tetapi puncaknya terjadi pada tahun 1947 dimana ratusan mayat orang Muslim men­gapung terus dari Gurdaspur dan Patbankot distrik dari india. Pada malam itu sungai Ravi akan me­mainkan tugasnya. Kakak saya memutuskan bahwa saya akan dimasukkan ke dalam karung.

Tanggal 6 Desember adalah suatu malam yang dingin. Oi Lahore pada malam musim dingin bisa sangat dingin sekali. Setelah makan sore saya ditelajangi, hanya pakaian dalam dan ikat pinggang yang melekat di tubuh saya. Saya dikunci dalam ruang yang kosong dan dingin. Alasan untuk tindakan ini adalah supaya saya menjadi kebal dengan kedinginan dan tidak sanggup untuk memberi perlawanan. Pada saat mereka mengunci saya dalam ruangari itu, saya tahu apa yang akan terjadi dan saya hanya bisa berdoa saja. Sejak saya menjadi Kristen, saya mengem­bangkan kebiasaan untuk menghafal kitab Ijji1. Saya mu1ai mengucapkan yang saya tahu dan dalam hati ayat-ayat seperti "Tuban adalah gembalaku" mem­beri saya ketenangan yang besar.

Kadang kala saya menangis, kadang kala saya men­deklamasikan, tetapi kebanyakan waktu saya adalah berbicara dengan Tuban. Saya tahu bahwa Ia ada bersama saya dan saya ingin merangkul Dia sete1ah saya mati. Batin saya tersobek antara kegembiraan dengan keberadaan-Nya dan dengan kesedihan yang mendalam disebabkan karena saya akan mati. Kadang kala saya tertawa karena saya tahu kekuasaan Tuhan. Ide bahwa keluarga saya mau mengakhiri kehidupan saya adalah sangat lucu. Tidak sedikitpun saya bim­bang akan kebaikan Tuban. Tidak sekalipun saya memikirkan bahwa jalan yang saya pilih adalah salah. Saya tahu bahwa kekristenan adalah satu-satunya jalan bagi saya. Saya mempunyai jaminan yang pasti yang saya peroleh setelah saya mati. Tidak ada sesuatu yang bisa menggoncangkan keyakinan ini. Saya tahu bahwa saya telah memilih jalan yang benar walaupun saya tahu bahwa itu merupakan suatu akhir yang terhina dalam dunia ini. Ketika sedang mengulangi dan mendapatkan kesenangan dalam kitab Injil, salah satu bagian dari surat Rasul Paulus kepada Timotius memaksa. saya untuk berhenti :

"Aku didesak dari dua pihak; dan ingin pergi dan diam bersama- sama dengan Kristus, itu jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu." (Filipi 1: 23 - 24 )

Hampir saya merasakan bahwa kematian lebih menarik karena kehidupan kekal yang akan saya peroleh ini. Sekarang saya didesak ke arah yang lain. hidup untuk keselamatan kakak-kakak saya. Hal ini muncul karena saya harus hidup bagi mereka yang masih hidup dalam kegelapan. Saya ingin membawa terang Injil bagi rekan-rekan yang membutuhkan Kabar Baik tentang apa yang Allah telah lakukan bagi manusia melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kris­tus. Missi baru ini dikuatkan lagi oleh perkataan Sadhu Sundar Singh (seorang Sikh yang ber tobat): 'Gampang mati untuk Kristus tapi sangat sulit untuk hidup hagi Dia, karena kematian. hanya membutuhkan satu-dua jam saja tetapi untuk hidup bagi-Nya membutuhkan mati setiap hari. "

Perlahan-lahan tapi pasti. kata-kata dari Sadhu Sundar Singhini menguatkan saya dan memenuhi saya dengan perasaan yang aneh dengan kegembiraan yang meluap-Iuap. Suatu penglihatan yang sangat hagus kelihatan di mata saya. Tidak mati sekali saja untuk Tuhan saya tapi mati tiap hari. Jiwa saya bergembira di dalam badan saya karena penglihatan ini meresap sampai kedalam tubuh saya. Keuntungan satu-satunya bagi keluarga saya dengan kematian saya adalah ba­hwa mereka tidak akan dipermalukan lagi. oleh karena keimanan saya kepada Yesus Kristus. Mereka mau mencoba untuk mengeluarkan saya dari pemikiran mereka, sejak mereka mengingat bahwa saya yang membawa kepahitan bagi mcreka.

Batin saya tersobek antara mati untuk Tuhan dan mati setiap hari bagi Dia dalam kehidupan yang berkomit­men total dan pengorbanan. Saya yakiti bahwa pengor­banan yang la telah berikan bagi saya di kayu Sa lib adalah suatu kejadian yang persis dan mempunyai maksud yang dalam sekali, dan walaupun saya mati seribu kali sehari. Itu tidak bisa disamakan dengan satu tetes darah-Nya yang telah dicurahkan bagi saya. saya telah yakin bahwa saya harus berdoa sungguh­sungguh untuk pembebasan, tidak karena ketakutan akan kematian jasmani atau yang lain-laiR, tetapi hanya karena saya bisa hidup dan mati setiap hari dalam kesaksian hagi Dia yang mengasihi saya dan memberikan nyawaNya bagi saya, maka saya naikkan doa seperti berikut :

"YA TUHAN DAN JURU SLAMATKU, JIWAKU SEKARANG BERADA DAlAM DAMAI, KARENA AKU TAHU BAHWA SETELAH KEHIDUPAN INI AKU AKAN DATANG KEPADA- MU. TAK ADA PERBATASAN ANTARA ENGKAU DAN AKU. TETAPI MANUSIA YANG TERLIBAT DI DALAM KEGIATAN-KEGIATAN MAUPUN PERMAINAN DALAM PEMBUNUHAN, MENDAPATKAN KE­SAN BAHWA MEREKA MEMPUNYAI HAK UN­TUK MENGAKHIRI KEHIDUPANKU.

KEMATIAN ADALAH PELUANG UNTUK HIDUP BAGIKU SEBAGIAN DARIKU AKAN ME­MASUKI, TETAPI KEMATIANKU BERARTI AK­HIR DARI KESAKSIANKU DALAM NAMA-MU ITU DI NEGARA INI, MAKA ITU JlKA SEMUA I'IU MENYENANGKAN ENGKAU, KELUARKANLAH AKU DARI TEMPAT INI SEBENTAR MALAM DAN BERIKANLAH AKU KESEMPATAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN-PEKERJAAN YANG BESAR BAGI MANUSIA.

SAYA MAU MENDAPATKAN KEMAMPUAN UNTUK BERCERITA KEPADA MEREKA, BAGAIMANA ENGKAU BISA MEMPERBAHARUI JIWA MANUSIA DAN MEMBERIKAN HIDUP YANG KEKAL KEPADA ORANG-ORANG BERDOSA. OH TUHAN DAN JURU SELAMAT KU. SAYA INGlN BAHWA KETIKA LIDAHKU DIPAKAI UNTUK MEMERINTAH MEMBUNUH ORANG LAIN, MAKA PADA MALAM INI, SAYA BOLEH MENOGUNAKAN KATA-KATAMU YANG MEMBERI KEHIDUPAN.

MATAKU TELAH MELIHAT KEKUASAANMU. JIKA SEMUANYA MENYENANGKAN ENGKAU BEBASKANLAH AKU DARI TEMPAT INI, SUPAYA PAGI YANG AKAN DATANG, MENJADI PAGI YANG BARU BAGI KEHIDUPANKU. PEMBEBASANKU DARI RUANGAN INI MEMBUKTlKAN PADAKU BAHWA ENGKAU MAU SUPAYA AKU HIDUP SE­BAGAl SAKSI MU. OH TUHAN, MALAM INI MEMPERBAHARUI AKU DARI KEINGINAN DIRI SENDIRI YANG HANYA MENGINGAT UNTUK KEHlDUPANKU SENDIRI.

JIKA ENGKAll MAU SAYA HIDUP, SAYA BERJANJI UNTUK MENG IKAT DIRI PADA KEHIDUPAN UNTUK MELAYANI ENGKAU DENGAN MAK­SUO TUNGGAL DAN MEMBAWA KEMULIA AN BAG! NAMAMU. TUHAN, ENGKAU TIDAK ME­MERLUKAN PERTOLONGAN SAYA DAN PELAYANAN, TETAPI SUDAH MENJADI KE­SENANGAN DAN KEBAHAGIAAN SAYA UN­TUK MELAYANI ENGKAU. SEPERTI AKU BERSEMANGAT UNTUK MENGHAPUSKAN MANUSIA YANG TELAH ENGKAU CIPTAKAN, MAKA BERIKANLAH AKU SEMANGAT UNTUK MEMBAWA MEREKA KEPADAMU, JIKA SE­MUANYA INI ENGKAU INGINKAN, MAKA BE­BASKANLAH AKU MALAM INI JUGA DARI TEMPATINI.

AMIN

Setelah mengucapkan kara-kara ini, saya merasakan bahwa malam menjadi beku. Dahi saya berkeringat. Tiba-tiba, seseorang membuka kunci dari luar. Saya menunggu dengan sabar, apakah terdengar bunyi langkah kaki orang masuk. Ketika melihat tidak orang masuk, dengan hati-hati saya melihat ke luar, tern­yata sepanjang jalan sudah kosong. Pada saat itulah saya mendengar Tuhan berbisik dalam telinga saya kataNya: " Lari , Aku akan membuka pintu bagimu". Saya mulai lari tetapi tidak tahu kearah mana saya hndak pergi. Saya hanya mempunyai dua teman di Labore, tetapi mereka adalah orang-orang Muslim. Saya tidak tahu apakab ada orang Kristen di tempat itu. Saya lari terus mengikuti jalan kereta api yang dari Labore ke Raiwind. Di depan stasiun Canton­inent, saya tersandung lalu jatuh ke dalam parit. Saya sangat capek dan tinggal di situ sepanjang malam. Saya ketiduran dan terbangun pada jam sebelas esok hari, oleh karena panas matabari di atas saya. Saya mulai berdiri dan berjalan ke kota Model (salah satu wilayah terkaya di Labore). Saya sedang melibat bangunan- bangunan yang bagus, tiba-tiba saya sadari dan insaf tentang pakaian saya yang kontras sekali dengan lingkungan saya. Di belakang kota Model saya lihat desa lain dan berjalan ke situ. Pada saat saya mendekati desa itu, ada beberapa anak yang bermain-main di lapangan. Saya bertanya kepada salah satu dari mereka "Nak, apakah ada orang-orang Kristen di sini? "

"Ya, .. jawabnya, "Ayah saya adalah pendeta di sini. Apakah yang bisa saya perbuat untuk bapak?" tanya anak itu. "Tolong bawalab saya ke ayahmu" saya memohon. Anak itu membawa saya ke rumahnya di mana saya bertemu dengan ayahnya, Kapten Sam­muel, dari Bala keselamatan.

"Saya telab dibebaskan".

Kapten Sammuel sangat ramah pada saya dan pada saat saya bercerita apa yang telah terjadi pada saya, ia jamin bahwa saya pada saat itu aman dan jika ada sesuatu masalah, ia akan melindungi saya dengan kehidupannya sendiri. Kami mengambil waktu berdoa sejenak, lalu ia menyuruh saya ke sebuah ranjang. la menyuruh untuk memanggil dokter desa agar me­meriksa saya dan memberi saya injeksi dan beberapa obat. Saya tinggal di rumah kapten Sammuel selama empat hari lalu minta diri untuk pergi ke Gojra. Hamba Tuhan yang baik hati ini memberikan sebuah kemeja, sepasang sepatu, sebuah selendang dan lima rupees.

Pada tanggal 15 Oesember saya sampai di Gojra. Semua teman-teman senang melihat saya, terle­bih Pendeta Wotton, Pendeta B.M. Augustine, Bootha Masih dan penguasa Charan dass. Keluputan itu adalah dasar untuk kegembiraan yang besar. Pada hari Natal, saya bersama teman saya Boota Masih beribadah bersama di desanya dengan orang-­orang lain dari wilayah-wilayah terpencil. Ayah dari Boota Masih dan adik perempuannya Grace, sangat dekat pada saya. Yang paling penting bagi saya ialah bahwa saya. sekarang adalah sebahagian dari masyarakat Kristen. Saya menghormati orang­orang yang miskin dan yang tak punya sesuatu ­sebagai orang terdekat dengan saya dan kekasih saya. Kasih untuk satu sama lain adalah penting. Ibadah Kristen dimana ada kerukunan dan kepercayaan adalah suatu bersumber yang luar biasa dan rnenjadi dorongan untuk bertumbuh dalam kedewasaan iman Kristen yang sempuma. Saya aman di antara teman­teman saya.

Banyak hal yang membuat saya berterima kasih pada Tuhan .

MENGINJIL UNTUK KRISTUS

Dalam keamanan dan kedamaian ibadah-ibadah Kristen, saya mulai merenungkan bentuk apa yang akan saya berikan pada jemaat saya. Sampai saya bertobat. bahwa penyelidikan saya adalah pemenuhan pribadi. Tetapi sekarang pemikiran saya keluar. Saya ingat kata-kata sajak dari seorang penyair yang ber­nama Ghalib :

"Tidak akan ada kemenangan yang dicapai, daripada menggemari doa yang merubah nafsu manusia kepada jiwa yang disucikan".

Pemberi-pemberi semangat saya di Gojra mempun­yai beraneka sugesti. Beberapa orang memikirkan bahwa saya harus masuk bisnis dan yang lain men­gatakan bahwa saya harus memimpin jemaat. Tetapi saya tahu apa yang saya ingin perbuat. Saya belum lupa resolusi yang saya katakan pada malam pembebasan dari kematian yang telah ditentukan. Sambil memuji Tuhan untuk segala sesuatu yang la telah lakukan untuk saya, saya membuat permohonan doa sebagai berikut:

"TUHAN, BERIKANLAH AKU KARUNIA-MU UNTUK MENYATAKAN SEGALA PERBUATAN AJAIB-MU DALAM DUNIA INI, BERIKANLAH AKU KETAATAN PADA-MU SUPAYA AKU BISA SEMPURNA, WALAUPUN DALAM DUNIA YANG BERDOSA INI.

BERIKANLAH AKU KASIH-MU SUPAYA AKU BISA TENGGELAM DI ­DALAM-NYA, SUPAYA DUNIA TIDAK BISA ME­NEMUI AKU. TERANGILAH JALANKU JIKA AKU MELANGKAH DALAM JALAN YANG BERBATU INI, SUPAYA AKU TIDAK TERSAN­DUNG DAN MENJADI MALU UNTUK DATANG DENGAN NAMA MU ITU. "

Saya yakin bahwa pekerjaan saya untuk Tuhan adalah penginjilan, dan memutuskan untuk memulai di mana saya berada. Dengan beberapa orang muda dari asrama, saya pergi ke desa-desa sekeliling Gojra dan mulai berkotbah tentang Injil. Kadang kala Pendeta Wooton ikut serta dengan kami, tetapi saya kurang senang dengan keadaan demikian, karena dengan keadaannya memalukan orang­-orang yang mau menggembirakan saya seperti mereka mau. Pokok nya saya mau mengukur penerimaan saya adalah penghasilan saya di antara orang­orang. Daerah pelayanan saya meluas dengan cepat dan tidak lama kemudian saya sudah menjalani selu­ruh desa di Punjab. Mula-mula saya pergi dengan berjalan kaki, kemudian seorang teman membeli se­buah sepeda. Orang-orang memanggil saya Sadhu (orang suci). Saya membiasakan selalu untuk ber­diri dengan orang-orang miskin ke mana juga saya pergi. Inilah yang saya lakukan, untuk mengidentifi­kasikan diri dengan pengikut-pengikut Kristen saya. Saya mau berbagi cara kehidupan di segala bidang. Jikalau mereka bepergian jalan kaki, saya juga. Latar belakang kaya saya tidak menjadi halangan bagi saya.

Kapan juga saya pergi ke daerah yang baru, saya memperkenalkan diri kepada pendeta setempat, su­paya saya tidak berbuat sesuatu tanpa sepengetahuan­nya. lni berarti juga bahwa saya mempunyai kemungkinan untuk berbicara dengan orang-orang Kristen, menguatkan iman mereka. Dalam perjala­nan untuk menginjil, suatu malam saya tiba di se­buah pos Anglican, suatu pos dekat Lahore. Saya berdiri bersama Canon Stanley Huck dan men­gambil bagian dalam beberapa musyawarah yang ia adakan. Sementara saya menunggu dia di kan­tornya, Tuhan berbicara dengan jelas kepada saya, kataNya:

"Kamu harus pergi dan memberi kesaksianmu kepada saudara-saudaramu di Lahore. Itulah tempat dimana kamu harus mulai" .

Suara itu datang sekitar jam sembilan malam. Am­bisi saya ialah taat kepada Tuhan saya. Saya tidak mempunyai keraguan dalam melaksanakan apa yang diperintah oleh-Nya. Saya merasa terdorong untuk pergi malam itu. Saya tinggalkan sepeda saya dan naik Kereta api ke Lahore. Saya ketuk pintu rumah kakak saya dan ia membukakannya. Kagum dan dengan sedikit pengharapan di matanya, ia bertanya "Apakah kau kembali?" saya kira bahwa ia tidak hanya ingin tahu apakah saya kembali ke keluarga, tetapi juga apakah saya kembali kepada keimanan yang dulu. "Ya," jawab saya, "saya kembali, tetapi saya tidak akan hidup bersama kalian lagi. Saya hanya mau eerita kan kepada kalian bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Juru Selamat. Ia menyelamat­kan saya dan saya yakin bahwa Ia bisa menyela­matkan kamu juga" .

Ekspresi wajahnya langsung berubah. Ia mencoba mengontrol kemarahannya dan menjawab secara terpaksa:

"Terima kasih banyak. Tetapi kami tidak mau, kami tidak perlu Tuhan Yesusmu. Kami juga tidak menginginkan penyelamatan-Nya. Selamat jalan" .

Dengan perkataan itu ia menutup pintu di depan saya. Saya sedih tetapi tidak heran. Sayapun percaya bahwa saya telah memenuhi tugas saya, walaupun itu tidak berhasil.

Firman Tuhan pada malam itu tertanam dalam hati saya dan saya yakin bahwa saya harus bersaksi pada ternan- teman Muslim saya, di desa kelahiran saya yakni di Zaffarawal.

Saya teringat ketika saya pergi ke rumah missi orang Arnerika dan istrinya yang mempunyai pos missi di desa kami. Sebagai anak kecil, saya pernah bertamu di rumah mereka dengan be­berapa anak lelaki dan, bernyanyi bersama is­trinya. Setelah saya berbalik, saya menghindari unntuk masuk daerah itu, tetapi sekarang saya menulis surat kepada para missionari lalu ber­cerita kepada mereka bahwa: saya ingin menemui mereka. Karena Tuhan telah memberi pengli­hatan kepada saya bahwa saya harus mulai den­gan pe1ayanan di desa saya.. Ia ingin bertemu dengan saya. Maka saya pergi ke Zaffarawal pada bulan Maret 1950. Pada saat saya tiba, saya dapat berita duka bahwa ibu saya sudah meninggal beberapa hari sebelumnya. Karena dukacitanya berpisah dengan saya. Saya sangat menyesal karena tidak bisa melihat dia sebelum dia mati.

Ia tidak tahu tentang rencana untukmembunuh saya. Bagi ibu saya adalah seorang yang terganggu dan ia ingin menolong. Tetapi saya tidak tahu tentang tragedi apa yang menghalangi saya dalam keinginan untuk melayani Tuhan, yang membawa saya kembali ke desa saya. Setelah kematian ibu, maka kebencian kakak-kakak bertambah dalam lagi kepada saya. Mereka meren­canakan beberapa cara pembunuhan secara diam-­diam terhadap saya. Sa a sedang tinggal di rumah missi dan mereka sering datang mengundang saya ke rumah mereka. Pertama-tama saya menolak, tetapi kemudian saya minta nasehat dari teman-te­man saya. Ia memberi suatu usul, bahwa saya harus pergi tapi jangan sendiri. Saya harus membawa dua ternan bersama saya. Saya ikuti nasehatnya dan ber­tamu ke rumah kakak saya. Sambil kami duduk dan berbincang-bincang saya perhatikan bahwa ada se- I buah pedang diatas meja di sebelah saya. Telah diasah dan siap untuk dipakai. Saya sangka bahwa saya yang menjadi target itu. saya angkat pedang itu dan ber­pikir, "Untuk membunuh orang dengan pedang se­macam itu, dia harus membunuh dulu dirinya sendiri. Karena batinmu akan mati sebelum tanganmu di angkat, Itu ada satu tanda kelemahan. Saya kembali­kan pedang itu ke dalam sarungnya.'"

Diskusi kita menjadi panjang, kakak-kakak telah mengundang seorang Mullah untuk berbincang-­bincang dengan saya. Saya tidak berdaya. bagai­manapun Ia tidak mempunyai sesuatu yang relevan untuk didiskusikan. Mereka memberikan saya minum teh. Tehnya sangat pahit dan saya segera yakin bahwa teh itu diberi racun. Saya jadi takut. saya teringat akan kata-kata Yesus kepada inurid­murid-Nya, setelah kebangkitan-Nya, bahwa barangsiapa percaya dan dibaptis akan melihat banyak tanda-tanda. Antara lain ialah; jika mereka minum racun mereka tidak akan mati (Markus 16:18). Saya percaya hal ini dan adalah suatu keuntungan bagiku untuk mengalami salah satu tanda itu. Saya minum teh itu sampai habis sambil berdoa: "Tuhan, 'teguhkan aku". Saya men­jadi gelisah dan merasa pusing. Saya mengajak teman-teman untuk pulang. Kakak-kakak tidak tahu bagaimana perasaan saya. Sampai di luar kota. saya mohon ternan-ternan meningalkan saya sendiri. Waktu itu pukul 10 malam. Setelah teman-teman pergi saya berdoa "Tuhan bila saya mati malam ini orang-orang itu akan berkata bahwa ke-Kristenan itu palsu dan tidak ada kuasa. Bukan nama ham­ba-Mu, tetapi nama-Mu yang tercemar, Sebegitu saya menyelesaikan doa saya. saya muntah dua kali dan segala racun kerluar dari perut. Saya dapat tidur dengan nyenyak. Pagi hari saya pergi ke pos missi, kakak-kakak saya ingin tahu apa yang telah terjadi dengan saya. Pada saat itu saya melihat seseorang yang berjalan dari desa. Saya tahu bawa ia dikirim oleh mereka. Saya kenal dia sebagai salah satu pem­bantu kakak. Saya menyuruh ia kembali dan menceritakan bahwa saya masih hidup

Bukan hanya keimanan saya yang menganggu keluarga saya. Kakak-kakak juga takut kalau saya akan menuntut harta warisan bagian saya. Mereka merencanakan dan mengusahakan sesuatu yang lain pada kehidupan saya . Pada suatu hari saya sedang bertamu di Narowal, seorang teman Muslim saya tiba di rumah pendeta Izak Dass dan memberitahukan saya bahwa ada beberapa anak muda menunggu saya di jembatan tol. Saya harus memutuskan sesuatu yang jelas agar tidak merugikan pelayanan saya bagi Tuhan. Maka saya memutuskan untuk menyera­hkan warisan saya kepada Chaundhry Lal Khan kakak yang paling favorit dalam keluarga. Saya memutuskan segala ikatan dengan mereka. Mereka tidak usah takut kepada saya sekarang. Mugkin mereka akan membiarkan saya sendiri dalam perjala­nan hidup saya. Tetapi setahap demi setahap rupanya hidup saya tidak aman di Punjab. Saya telah melak­sanakan pelayanan saya di sana, seperti yat1g sayd telah katakan, tetapi' tidak ada suatu alasan, men­gapa saya harus tinggal di sini. Waktu saya mere­nungkan peristiwa-peristiwa ini saya bertemu dengan seorang teman yang baik yaitu Pendeta Chandu Ray, yang kemudian menjadi seorang Uskup. Kami ber­dikusi banyak sekali mengenai pelayanan saya. la menasehatkan saya untuk pergi ke Sukkurin Sind. Saya menerima usulnya, mengingat perkataan Bulhe Shah, seorang penyair di Punjab yang berbunyi :

"Marilah Buhle. Marilah kita pergi ke suatu,
tempat dimana tidak seorangpun yang tahu permasalahan kita
atau memperhatikan kita"

Penginjil di Sukhur pada saat itu yang patut dihar­gai adalah Pendeta Carson. Untuk beberapa bulan saya bekerja pada Lembaga Alkitab. Pekerjaan meliputi administrasi dan menulis laporan-laporan. Saya menjadi sangat susah. Hati saya tidak tertarik dengan pekerjaan demikian, lebih lagi saya mulai merasa bahwa saya berorientasi kepada bidang komersil. Saya merasa kurang tenang dan menyimpang dari visi yang semula. Maka saya memutuskan untuk melepaskan tugas saya. Saya melihat diri sendiri sebagai seorang penginjil maka oleh karena itu saya harus memperlengkapi diri untuk tugas itu. Saya mulai memperlengkapi diri dengan bahasa Sindhi dengan pertolongan Pendeta Carson. Cepat dan tanpa banyak usaha saya memahami bahasa Sindhi dan mulai berbicara, baca dan tulis dengan lancar. Per­batasan bahasa sudah tidak ada lagi dan saya bisa menemani Pendeta Carson dalam penginjilan.

Ada satu kemunduran dalam pekerjaan saya di Suhkur, musim panas sudah mulai dan saya tidak tahan kepanasan. Walaupun saya sudah merencanakan ba­hwa Sindhi adalah daerah di mana saya akan melayani. namun saya harus tinggalkan untuk sementara. Saya kembali ke Punjab. Di sana saya bertemu den­gan Pendeta Leray Selby seorang Amerika di Ly­allpur (sekarang Faisalabad). Dia mengundang saya untuk menemani dia dalam pekerjaan di antara pe­muda. Konperensi di Lyallpur baru diadakan. Untuk dua tahun pertama ada konferensi dan dalam konfer­ensi ini dibahas hal-hal yang sangat penting bagi kaum muda. Saya tidak bisa berdiri di manapun juga karena saya tidak mau hidup seperti para penginjil, maka saya membuat rencana untuk bersama dengan Chaudhry Jalal Masih seorang Kristen. Dia adalah seorang pria yang ramah dan hampir seperti ayah bagi saya. Saya diterima sebagai salah satu anggota keluarganya. Putra-putrinya menganggap saya sebagai kakak mereka. Hubungan ini membuka banyak pintu pelay­anan dalam masyarakat untuk saya dan saya jadi terpikat dalam pelayanan Tuhan. Dari basis ini di I Lyallpur, saya pergi ke seluruh tempat dengan sepeda saya. Saya telah menjalani 12000 mil (80000 km), perjalanan saya ialah antara Kemari di sebelah selatan Karachi dan Landi Kotal di sebelah utara dekat Peshawar yakni perbatasan Afganistan.

Pernah saya mampir di sebuah kota kecil pada seorang teman penginjil Amerika dari Gereja Refor­masi Presbyterian. Saya dimita untuk berkotbah di tempat ia melayani. Pada saat piring persembahan dijalankan, saya mempunyai suatu pergumulan men­tal. Saya hanya mempunyai delapan annas atau setengah rupee. Apa yang saya harus perbuat? Saya perlu uang itu, tetapi saya tidak bisa menyu­ruh piring persembahan lewat tanpa memberi se­suatu. Pada saat piring persembahan datang pada saya, saya tidak punya pilihan. Saya masukkan tangan dalam kantong saya dan mengambil de­lapan annas itu, lalu menaruhnya dalam piring persembahan. Perdebatan bathin sudah lewat. Kebaktian ditutup dan saya bertanya-tanya dalam hati: "apa yang harus saya perbuat tanpa uang?"

Saya akan mengetahui dalam jangka waktu yang pendek dan mengalami keajaiban dari ketetapan Tuhan, sekali lagi.

Saya kembali ke rumah seorang teman Pakistan. Is­trinya menyambut saya dengan pesan: "Saudara, ada seseorang yang ingin bertemu dengan engkau". Saya tidak pernah mengharapkan seseorang untuk datang. lstrinya menjelaskan bahwa ada dua orang juru rawat dari rumah sakit datang untuk menemui saya, karena mereka tahu bahwa saya akan berangkat pada hari berikutnya. Mereka minta maaf karena tidak dapat hadir pada kebaktian, tetapi mereka tinggalkan am­plop untuk saya. Saya ambit lalu membawanya keruangan tidur dan membukanya, di dalamnya ter­dapat sebundel uang rupees dan sepucuk surat: "Tuhan memberi tahu kami, bahwa anda me mer­lukan uang untuk perjalanan anda. Silahkan pakailah ini dan bersyukurlah". Saya tercengang. Tuhan itu benar-benar baik.

Suatu kejadian yang tidak akan hilang dari pemikiran saya. Saya telah memutuskan untuk menemui seorang lelaki yang menunjukkan keinginan untuk mengeta­hui mengenai iman Kristen. Saya pergi ke kotanya, tetapi tidak bertemu dengannya. Kecewa dan capai, saya naik bis untuk kembali ke stasiun. Di samping saya duduk seorang Muslim tua, lalu kami berbin­cang-bincang. Ia bertanya tentang diri saya, lalu saya mengatakan bahwa saya seorang penginji ia sangat bergairah dan senang. Sepertinya saya adalah jaw­aban Tuhan atas doanya. Seperti kebiasaan orang Muslim, bahwa mereka harus pergi paling tidak satu kali ke Mekah, dan ia telah pergi tujuh kali, namun tidak menemui apa yang dicarinya. la bercerita kepada saya bahwa ada seseorang yang memberikan salinan dari Injil dalam bahasanya sendiri dan ia telah membacanya. Seperti kisah sida-sida yang terdapat dalam Kisah Para Rasul, la memerlukan seseorang yang menjelaskan hal itu padanya. Pada saat kami tiba di mana ia harus turun, ia mengun­dang saya ke rumahnya. la adalah pemilik tanah yang sangat kaya, mempunyai 7000 hektar tanah sebagai miliknya. Setelah kami berbincang-bincang panjang lebar di rumai!l!ya, dengan sangat ramah ia meminta saya untuk berdoa baginya. Saya berkata kepadanya agar dia berdoa bagi dirinya sendiri. Ia sangat heran dan bertanya, “apakah saya bisa ?” “tentu”, jawab saya.

"Tuhan Yesus, terima kasih, karena Engkau telah mengirim hamba-Mu, untuk menuntun aku ke jalan yang benar. Terimalah aku, dan aku menerima Engkau sebagai JuruSlamatku paga hari ini" Saya tahu bahwa Tuhan mau menerima dia, Tidak ada batas pada kebaikan dan kemurahan Tuhan. Barang siapa yang benar-benar mencari Dia, akan diselamatkan

SEMUA UNTUK YESUS

Tuhan telah membimbing saya ke jalan yang Dia teah tetapkan bagi saya, dan saya harus taat pada-Nya. Hanya dengan jalan demikian saya bisa hidup untuk kemuliaan-Nya. Saya berhutang segala-galanya pada Dia yang telah mengasihi saya terlebih dahulu dan menaruh kasih yang dari pada-Nya pada saya. Dengan kekuatan sendiri saya tidak bisa berbuat apa-apa. Segala kekuatan saya dan segala yang saya miliki dan hanya dengan bimbingan-Nya saya mampu berbuat sesuatu, hanya karena Dia yang bekerja di dalam saya.

Jalan ke "Kalvari" bagi saya adalah suatu jalan yang penuh dengan duri. Hal ini lebih sulit dari pada apa yang saya harapkan, tetapi saya te1ah mengetahui bahwa seorang pemuda dari Nazaret yang ber­nama Yesus, telah mendahului saya menjalani per­jalanan ini. Pikiran ini memberi saya kekuatan dan tenaga untuk meneruskan perjalanan saya, walau­pun kadang kala “salib" saya terlalu berat. Saya harus terus-menerus mengingat perkataan­-perkataan-Nya:

"Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya dan mengikut Aku". (Markus 8:34)

Bagi saya, inilah satu-satunya jalan yang bisa saya jalani, di mana saya bisa melayani Dia dan mem­bawa orang lain ke kaki Salib-Nya. Itulah jawaban saya pada kasih-Nya yang begitu besar bagi saya. Jalan pelayanan adalah suatu jalan yang sepi. Kadang kala kesepian itu bisa disalahmengerti, jikalau dalam beberapa minggu atau bulan saya ti­dak mendapat kegembiraan dalam pembicaraan bersama yang lain. Justru pada saat seperti ini saya dapat mengenal dan mendekatkan diri dengan Tuhan Sang Penguasa. Mati untuk Kristus dalam dunia ini memungkinkan saya untuk mengalami kuasa kebangkitan-Nya. Dalam Dia saya mengalami kemenangan hidup dan kematian yang terjadi dalam kehidupan ini. Seorang penyair yang terkenal di Pakistan, Sir Muh. Iqbal telah mendefinisikan kehidupan dan kematian sebagai berikut :

"Hidup adalah nama dari segala sesuatu yang nyata;
mati adalah jikalau sesuatu ini putus dan berpencar-pencar"

Setelah saya tinggalkan keluarga yang terdiri dari empat puluh dua anggota, saya merasa sangat sukar untuk mengatur kehidupan saya yang baru ini. Saya mempunyai beberapa ipar perempuan yang sangat ramah, yang menunjukkan belas kasihan kepada saya ibu yang tak pernah mengucapkan kata-kata kasar pada saya atau kepada siapapun yang saya kenal dan ayah yang mempunyaisifat yang sangat ramah dan menjadi contoh yang baik bagi saya dan membimbing saya dengan nasehat-nasehat yang bijaksana; serta keempat kakak yang menarik perhatian tentang keadaan saya dan rnereka ingin meIihat saya sebagai seorang muda yang bahagia. Tetapi sayang sekali mereka menjadi musuh saya yang sengit. Hidup tanpa mereka merupakan suatu hat yang membingungkan. Sedangkan sahabat-sahabat saya yang Muslim da­hulu, telah memutuskan tali persahabatan mereka tidak mau mengenal saya, walaupun dulu persa­habatan kami dulu ditempa oleh situasi-situasi yang sangat sulit.

Saya ingat suatu kali, kami melaksanakan suatu operasi di perbatasan Kashmir. Kami berada di medan perang, Letusan senjata bergantian dari kedua belah pihak. Teman saya, Akbar Kaznti, mendapat­kan senjatanya tersumbat/macet. Ia kelihatan sangat panik dan ngeri, seperti tak mempunyai tangan. Saya perhatikan, dia dan melihat wajahnya penuh dengan keputusasaan: Saya melempar senjata saya kepada Kazmi untuk dipakai mempertahankan diri. Saya merasa bahwa saya tidak memerlukan itu seperti dia, karena saya adalah seorang muda yang, kuat dan bisa membela diri tanpa senjata. Perbuatan saya ini menjadi pengikat bagi per sahabatan kami. Namun saat keluarga menentang saya, sahabat seperti Kazmi tidak mampu menolong saya. Ditinggalkan oleh keluarga dan teman- teman, saya harus mencari jalan hidup sendiri. Hidup saya seolah-olah meng alami "mati sosial". Tetapi saya tetap berjalan di jalan yang telah saya pilih. Mati setiap hari bagi Tuhan Yesus bukan kehidupan yang enteng. Saya tidak menyesal karena saya telah berbuat demikian.

Jika saya melihat betapa banyak anugerah kehidupan yang DIA berikan, dan memberikan saya sukacita yang besar. Tetapi ada saat-saat yang mengecilkan hati, jika usaha saya menjadi sia­-sia. Jika saya melihat wanita-wanita muda yang telah saya tolong dan membimbing mereka kepada iman Kristen ternyata menjadi istri kedua bagi laki-Iaki Muslim. Hal ini membuat saya jadi sedih dan tertekan. Saya ingat bahwa Tuhan telah mati untuk semua, tetapi hanya sedikit yang membalas kasihNya. Maka saya bertanya kepada diri sendiri: "Apakah kasih dan usaha saya berarti bagi-Nya?" PengorbananNya di kayu salib dianggap sebagai satu kelemahan. Jika saya salah gunakan dan tidak balas, saya juga menjadi terdakwa dari kelemahan. Saya tidak bisa mengharapkan mendapat penganiayaan yang berbeda dari Tuhan saya. Saya sekarang sudah siap kalau IA memanggil saya untuk menggantikan pakaian yang lama dengan yang baru. Saya tahu bahwa kematian bagi seorang Kristen bukanlah kehidupan terakhir, tapi permu­laan dari kehidupan baru yang lebih baik. Setelah saya pergi dari dunia ini saya tidak mempunyai ke­sempatan untuk mati setiap hari bagi-Nya. Saya bisa membantu memberikan dorongan kepada banyak orang dalam dunia ini dengan keyakinan untuk me­muliakan nama Tuhan saya dan memuji Dia. Tuhan dan Allah ku telah membimbing dengan setia selama hidup saya. Terpujilah namaNYa!.

Beberapa tahun yang lalu, saya pergi ke suatu rapat Keuskupan di Karachi dan bertemu dengan Manzur dan Dadu memimpin perjamuan Kudus di gereja Tri­ tunggal Yang Suci. Saya menunduk memberi terima kasih dan pujian Pada saat saya menerima sakramen dari tangan mereka satu getaran meliputi tubuh saya sehingga serasa hati saya pecah karena sukacita! Saya telah menjadi alat untuk membawa keduanya kepada Tuhan. Apakah yang diinginkan seorang hamba yang tidak berarti ?

Saya bersyukur kepada Tuhan karena Ia telah menangkap saya. Doa saya adalah bahwa siapa yang membaca buku tentang Dia, akan terhitung diantara orang-orang suci yang memuji Dia dalam cahaya abadi.

KESIMPUILAN

Ghulam Masih Naaman melayani Tuhan Yesus Kristus selama tujuh tahun sebagai penginjil. Setelah itu ia kuliah di Gujranawala dan ditahbiskan sebagai imam di gereja Anglikan. la menikah dengan seorang juru rawat bernama Daisy, yang menjadi pasangan seiman dalam perjuangan hidup, Melalui pernikahan mereka, mereka dikaruniai dua putra din seorang putri. Seluruh keluarga melayani Kristus yang hidup.

Jika anda mempunyai pertanyaan mengenai kesakslan ini, Anda boleh menulis langsung pada penulis uku ini.' "

Tulislah dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris atau bahasa Urdu kepada Rev. G. M. Naaman.

www.the-good-way.com/id/contact/

BAHAN KAJIAN

Pembaca yang budiman ! Apabila anda telah membaca kesaksian dari Pendeta Ghutam Masih Naaman, Anda pasti dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan di bawah ini:

  1. Apa artinya ketuarga bagi sang penulis ?

  2. Mengapa ayahnya menjadi seorang Muslim sufi ?

  3. Apakah tujuan kaum sufi ?

  4. Mengapa penulis tidak melanjutkan pendidikan dan masuk Angkatan Udara ?

  5. Bagaimana doa Baxter mempengaruhi bawahannya?

  6. Prinsip Kristen yang mana membuat kedua perawat merawat Naaman yang terluka ?

  7. Mengapa penulis meningga1kan Angkatan Udara ?

  8. Bagaimana ia menjadi seorang pejuang kemetdekaan ?

  9. Bagaimana Islam memperbolehkan perang jihad ?

  10. Bagaimanakah Yesus menjawab kesaksian dan doa seorang gadis kecil dengan orang tuanya di sebuah desa ?

  11. Permohonan apakah yang diminta para pejuang dari keluarga Kristen yang dilindungi Kristus dan apakah jawaban mereka ?

  12. Penjelasan dan apakah yang diberikan seorang ibu Hindu kepada komandan unit pembunuh untuk menyelamatkan seorang bayi dari kematian ?

  13. Bagaimana pemikiran Naaman tentang jihad ketika ia mulai memperbaharui pemikiran tentang islam ?

  14. Ucapan-ucapan apakah yang Naaman ucapkan dalam doa karena kecewa kepada Allah Yang Maha Besar ?

  15. Perkataan yang apakah yang Yesus katakan untuk menyelamatkan orang yang patah hati dalam men­cari Allah di ruang tunggu stasiun ?

  16. Apa yang Tuhan Yesus karuniakan kepada Naaman ketika ia sedang berbicara kepada penyapu peron yang ternyata adalah seorang Kristen dari kasta rendah di stasiun K A ?

  17. Bagaimanakah Ghulam belajar bersekutu dalam doa bersama Sewa Boota Masih dan apa artinya bagi dia?

  18. Apa arti baptisan sebagai orang yang baru percaya?

  19. Mengapa Ghulam mengikuti paman dan kakaknya pulang walanpun dia tahu bahwa hidupnya ada dalam bahaya ?

  20. Bagaimana usaha keluarga Ghulam membawa dia kembali ke Islam ?

  21. Mengapa kakaknya mau membunuh Ghulla dan bagaimanakah caranya ?

  22. Apakah doa penulis ketika ia di tahan di dalam dingin tanpa baju itu ?

  23. Apakah yangys katakan kepada hamba-Nya dan bagaimanakan ia dapat lolos ?

  24. Dimanakah Ghulam memulai penginjilannya ? Dan ke manakah ia pergi ?

  25. Prinsip-prinsip iman apakah yang penting dalam penginjilan Ghulam ?

  26. Apakah yang anda pelajari dari kesaksian ini ?

Mohon penjelasan Anda sejujurnya.

Kirimkan jawaban Anda kepada kami. Jangan lupa menulis nama dan alamat.

Kami sangat menantikan kiriman surat Anda ke kami.

Tekan di sini untuk kirim jawaban Anda lewat email atau alamatkan surat Anda kepada:


The Good Way
P.O. BOX 66
CH-8486 Rikon
Switzerland

www.the-good-way.com/id/contact/